Masyarakat Jawa pada zaman dahulu mempercayai proses gerhana matahari adalah saat di mana raksasa memakan matahari. Mereka mencari apapun yang bisa memunculkan bunyi-bunyian, termasuk menggunakan alat penumbuk padi. Bunyi-bunyian dipercaya mampu membuat raksasa mengeluarkan matahari dari mulutnya.
Mengiringi gerhana matahari, 9 Maret 2016, beberapa masyarakat Solo tetap mempertahankan tradisi menumbuk lesung. "Tapi kali ini sebagai penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas mahakarya-Nya berupa matahari dan segala fenomena alam ini," kata Koordinator Kegiatan Ritual Gerhana Matahari Total, Hari, di Psar Gede, Kota Solo, Jawa Tengah, Rabu (9/3/2016).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Hari mengungkapkan, umat manusia sangat bergantung dengan matahari. Apalagi sebagian besar masyarakat pedesaan merupakan petani.
"Panen para petani itu juga bergantung pada matahari. Bayangkan jika tidak ada matahari. Maka kami menumbuk lesung untuk mengingat kembali betapa besar peranan matahari yang diciptakan Tuhan," kata dia.
Sejumlah pengunjung bahkan turis mancanegara ikut menggerakkan tubuh dan menari mengikuti irama lesung dan alu. Bahkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sempat menyaksikan prosesi itu.
Budayawan Keraton Solo KPA Winarno Kusumo mengatakan, masyarakat Jawa juga memiliki filosofi kepemimpinan dibalik momentum menabuh lesung. "Makna bunyi-bunyian itu adalah jangan sampai terlena. Penguasa terutama harus menyadari bahwa masa terang pun bisa berganti dengan masa gelap. Gelap dan terang menjadi warna dari suatu perjalanan hidup," kata KPA Winarno Kusumo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(TTD)