Kepala Poliklinik Edelweis RSUP Dr Sardjito Yanri Wijayanti mengatakan ODHA enggan menjalani terapi karena takut mendapat tindakan diskriminatif dan citra negatif dari masyarakat. "ODHA merasa malu saat akan menjalani terapi akibat anggapan negatif masyarakat," ujarnya di Yogyakarta, Rabu (2/12/2015).
Ia mencontohkan kejadian yang terjadi di Klinik Edelweis RSUP Sardjito. Dari sekitar 1.700 kasus ODHA, hanya sepertiga atau 630 orang yang mau menjalani terapi. ODHA lainnya meninggal dunia karena terlambat mendapatkan terapi atau tidak mau melakukan terapi.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Ia menilai sudah seharusnya masyarakat tidak melakukan stigmatisasi serta diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi. "Jangan hindari orangnya, Tapi hindari penyebabnya," kata dosen bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UGM ini.
Selain itu ia mengimbau warga agar mau melakukan tes HIV. Sebab sangat penting mengenali sejak dini faktor risiko HIV/AIDS. "Ada 1.500 pusat tes HIV yang tersebar di Indonesia. Kalau di Yogyakarta penanganan ODHA ada di sembilan layanan kesehatan," kata dia.
Antara lain, di RSUP Dr Sardjito, RSU PKU Muhammadiyah, RS Panti Rapih, RS Bethesda, RS Jogja RS Panembahan Senopati, RSUD Sleman, RSUD Wates, dan RSUD Wonosari.
Ia juga menghimbau agar ODHA segera mencari perawatan dan terapi antiretriviral (ARV) dan tidak menularkan HIV pada orang lain. "Pemberian ARV akan meningkatkan daya tahan tubuh sehingga mengurangi risiko kematian dan kesakitan, serta meningkatkan ketahanan dan kualitas hidup ODHA," kata dia.
Dinas Kesehatan DIY mencatat jumlah ODHA sejak 1993 sampai September 2015 mencapai 3.147 orang. ODHA didominasi pria dengan rantang usia 20-49 tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)