“Dia belajar membuat bom dari internet,” ujar Suhardi, Jumat (21/10/2016). Ia menambahkan kejadian teror yang bermula dari situs-situs radikal bukan pertama kali di Indonesia.
Masyarakat yang rentan terhadap pengaruh situs radikal ini, lanjut Suhardi, berada di rentang usia 15 tahun hingga 30 tahun. Termasuk pelaku terror di Tangerang, Sultan Azianzah, yang masih berusia 22 tahun.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Mengapa? Karena orang-orang di rentang usia itu sedang mencari identitas diri. Rasa ingin tahunya tinggi. Ditambah kemungkinan kekecewaan yang timbul karena sulitnya mendapat pekerjaan,” urai Suhardi.
Ia mengimbau keluarga, orang tua, guru, dan masyarakat dapat berperan menjadi detektor paling awal. “Makanya keterlibatan semua pihak penting dilakukan. Ini ada tahapannya. Dia tidak tiba-tiba seperti itu kan,” imbuhnya
Menurut Suhardi, tahapan radikalisasi terdeteksi dimulai dari seseorang yang mulai memisahkan diri dengan lingkungannya. “Kemudian dia mengakses internet terus-menerus,” sambungnya. Perubahan tersebut dapat diantisipasi jika lingkungan sekitar cepat menyadari sejak awal.
Sultan Azianzah, pemuda kelahiran 1994, menyerang tiga anggota polisi menggunakan pisau di Kota Tangerang. Serangan tersebut mengakibatkan Kapolsek Tangerang Kota mengalami luka di bagian dada. Sultan juga membawa bom rakitan yang tak sempat meledak.
Sultan dilumpuhkan dengan tiga tembakan. Karena kehabisan darah, Sultan akhirnya meninggal. Dia disebut-sebut terlibat atau simpatisan jaringan teroris ISIS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)