Kepada Metrotvnews.com, Kamis 3 Maret 2016, Ketua Resos JBL Kasmadi, tidak setuju kalau lokalisasi ditutup. Menurutnya, saat ini pemerintah belum bisa menyediakan lapangan pekerjaan bagi seluruh warga JBL. Penutupan akan menimbulkan masalah baru, salah satunya meningkatnya pengangguran.
Selain itu, penutupan seluruh lokalisasi dinilai justru akan membahayakan masyarakat karena tidak ada pantauan terhadap mereka yang menderita HIV/AIDS.
Dikatakan Kasmadi, loaklisasi JBL pernah ditutup pada 1979. Namun, dihidupkan lagi sekitar tahun 1982. Kalau sekarang akan ditutup semua di seluruh Indonesia, berapa orang yang akan kehilangan pekerjaan. "Seperti burung yang baru lepas dari sangkar, mereka akan kesulitan mencari makan. Rata-rata PSK di sini hanya lulusan SMP," kata Kasmadi.
Hal senada disampaikan salah satu penghuni JBL, Risa, 21. Warga Jepara yang baru sebulan menempati lokalisasi yang berada di Desa Sumberejo, Kaliwungu, itu tidak setuju kalau JBL ditutup.
Menurutnya, saat ini, sangat sulit mencari pekerjaan. Di JBL, dia bisa mengantongi Rp700 ribu dalam sepekan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Berbeda, Siska, 19, warga Purwodadi yang mengaku sudah setahun tinggal di JBL, setuju kalau ditutup. Syaratnya, pemerintah memberikan pelatihan dan modal kerja sebelum menutup lokalisasi prostitusi. "Jadi bisa cari kerja di luar," kata Siska yang bisa meraup Rp7-8 juta dalam satu bulan dari profesinya saat ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)