Namun, Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sujito, menilai Sultan masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan sebelum menunjuk pengganti dirinya.
"PR besar pertama yang harus dikerjakan Sri Sultan adalah menyelesaikan konflik di antara elit keraton. Baru setelah itu bisa ngomongin siapa penggantinya," ujar Arie, kepada Metrotvnews.com melalui sambungan telepon, di Yogyakarta, Selasa (12/5/2015)
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Konflik internal keraton, menurutnya, terjadi akibat adanya perbedaan pendapat antara Sultan HB X dengan adik-adiknya dalam penentuan sistem pemilihan raja Yogyakarta berikutnya.
"Sultan sendiri mnggunakan standar ganda. Dia menggunakan argumen liberal seperti soal jender. Tapi, di sisi lain menggunakan argumen tradisional, yakni inspirasi dari wahyu Allah (leluhurnya). Sementara adik-adiknya menggunakan argumen Paugeran (aturan tradisional)," terang Dosen Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, UGM, ini.
Jika pihak internal keraton bisa menerima langkah Sultan mengeluarkan Sabda Raja, ia menilai masyarakat Yogyakarta akan menerima keputusan dan tindakan Sultan.
PR besar kedua, menurutnya, adalah mengatasi permasalahan tata ruang dan pertanahan di Yogyakarta. "Sultan ini banyak dikritik rakyat karena pembanguanan Yogyakarta yang berubah pesat. Banyak mall yang dibangun sehingga memarjinalkan pasar tradisinonal. Itu masalah yang harus segera dijawab dan diselesaikan," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)