"Hasil produksi mi dijual ke lima pasar, yaitu Pasar Beringharjo, Pasar Prawirotaman, Pasar Giwangan (Kota Yogyakarta), serta Pasar Niten dan Pasar Bantul (Kabupaten Bantul)," kata Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Kulon Progo, AKP Andri Alam di lokasi penggrebekan, Dusun Karangnongko RT 9, Panggungharjo, Sewon, Bantul, Rabu (10/8/2016).
Dia bilang, pabrik mi rumahan tersebut telah berproduksi setelah peristiwa gempa 2006. Per harinya, pabrik milik Wagirah, 70, bisa memproduksi 400-500 kilogram mi.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Andri mengatakan, polisi akan berkoordinasi dengan Balai Pengawasan Obat dan Makanan untuk mengetahui lebih lanjut kadar campuran mi tersebut. Pasalnya, omzet pabrik rumahan tersebut terhitung besar, yakni Rp2,5 juta per hari dan bisa mencapai Rp75 juta per bulan.
Andri meminta masyarakat mewaspadai peredaran mi berbahan boraks itu. Ia menyebutkan, mi yang aman dikonsumsi mudah hancur, sementara mi mengandung boraks terasa kenyal dan tak mudah hancur.
"Ini masih perlu penyelidikan lebih lanjut. Kami akan mendalami apakah mi juga diedarkan di luar DIY atau tidak," ungkapnya.
Polres Kulon Progo membawa sebagian barang bukti yang ditemukan untuk penyidikan. Barang bukti yang dibawa usai penggrebekan di antaranya boraks 25 kilogram, bleng kristal, dan mi yang telah dicampuri boraks sebanyak 250 kilogram.
Polisi belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Wagirah masih berstatus saksi. Namun, polisi menyiapkan Pasal 75 UU 18 tahun 2012 tentang Pangan untuk tersangka nanti. Ancaman dari pasal tersebut hukuman bui maksimal lima tahun atau denda maksimal Rp10 miliar.
Penggerebekan aparat Polres Kulon Progo ke wilayah hukum Polres Bantul bermula dari pedagang baso di Mapolres Kulon Progo. Petugas mencurigai mi baso yang dijual seseorang bernama Juniyo.
Tim lantas menelusuri tempat pembelian mi di Pasar Beringharjo. Penjual di situ mengaku dapat mi dari pabrik milik Wagirah di Karangnongko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)
