Kondisi tersebut menimbulkan keprihatinan bagi sejumlah kalangan, salah satunya komunitas. Tepatnya pada Juni 2015, terbentuk sebuah gerakan Jogja Garuk Sampah di daerah itu.
Koordinator lapangan Jogja Garuk Sampah, Bekti Maulana, 16, mengatakan, kemunculan gerakan itu bermula saat seorang rekannya yang disapa Willy Bike mendengar gunjingan dari wisatawan di Malioboro. Gunjingan itu berkaitan dengan masih banyaknya sampah dan minimnya tempat sampah di jalan legendaris itu.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Dari situlah, Willy dan Bekti beserta sejumlah rekan memulai gerakan bersama membersihkan sampah. Awalnya, nama Jogja Garukan Sampah belum tersemat. Nama itu muncul saat mereka membersihkan sampah di kawasan Titik Nol Kilometer dan melihat sejumlah pedagang terjaring razia.
"Kalau di Yogya, razia itu istilahnya garukan. Nah, kita kan mengangkut sampah, lalu disepakati saja namanya, Jogja Garuk Sampah," kata Bekti saat ditemui di kawasan Plengkung Gading, Kota Yogyakarta, Kamis (23/06/2016).
Titik strategis berkumpulnya banyak orang jadi sasaran membersihkan sampah kelompok tersebut. Selain di kawasan Malioboro, Titik Nol Kilometer, dan Alun-alun Utara, kelompok ini juga menjamah di sejumlah kawasan Keraton.
Beragam sampah mereka bersihkan, dari sampah plastik, kertas, organik, bahkan hingga rerumputan yang masih tertancap di tanah mereka cabut dengan tangan berbalut sarung. Meski di situasi ramai kendaraan, para anggota kelompok tersebut tetap membersihkan sampah dengan dimasukkan ke dalam sebuah karung plastik.
Selain itu, mereka juga membersihkan beragam sampah visual yang tertempel di tembok, tiang listrik, dan bahkan membersihkan saluran drainase yang mulai tertutup tanah sebagian.
Pedagang dan tukang becak ikut
Awalnya, kegiatan bersih sampah tersebut hanya diikuti sejumlah komunitas sepeda di Yogyakarta. Setidaknya, waktu itu hanya ada sekitar 10 orang yang mengikuti aksi bersih sampah. Perlahan, anggota kelompok tersebut tembus lebih dari 100 orang.
Mereka yang ikut gerakan tersebut berasal dari berbagai latar belakang. Misalnya, ada yang dari komunitas sepeda, pelajar, mahasiswa, guru hingga dosen.
"Ada juga pedagang dan tukang becak yang aktif ikut Jogja Garuk Sampah," kata pelajar pendidikan kesetaraan paket C ini.
Memiliki banyak anggota, gerakan tersebut meluaskan wilayah. Tak hanya di Kota Yogyakarta, gerakan itu sampai di Kabupaten Sleman dan juga Bantul. Mereka bergerak dengan membuat peta lokasi dan jadwal pembersihan sampah.
Jadwal yang mereka buat yakni, wilayah Kota Yogyakarta dibersihkan saban Rabu malam, Sleman bagian selatan pada hari Minggu pagi, dan di wilayah Bantul pada Minggu sore.
"Khusus bulan puasa ini, Jogja Garuk Sampah dimulai pada pukul 16.00 WIB sampai waktu berbuka puasa. Namanya ngabuburit dengan Garuk Sampah," ujar Bekti.
Kelompok tersebut memberlakukan iuran swadaya untuk memenuhi kebutuhan membersihkan sampah dari para anggotanya. Misalnya, untuk membeli masker, sarung tangan, dan kantung sampah. Iuran itu dilakukan sesaat setelah kegiatan bersih sampah selesai.
Seorang anggota Jogja Garuk Sampah, Maulana menambahkan, kelompoknya kini menaruh fokus untuk membersihkan sampah visual lantaran melanggar estetika. Sampah-sampah visual itu biasa tertempel di dinding maupun tiang listrik.
Apabila tercantum nomor telepon di sampah visual itu, perwakilan kelompok tersebut bakal menghubungi agar pemasang bisa melepaskan sampah itu. "Pelaku atau panitia yang menempel kita hubungi lalu kita minta melepas," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)