Warga menanti bubur samin masak di Masjid Darussalam, Jayengan, Solo, Sabtu, 27 Mei 2017.
Warga menanti bubur samin masak di Masjid Darussalam, Jayengan, Solo, Sabtu, 27 Mei 2017. (Pythag Kurniati)

Bubur Samin, Jejak Perantau Banjar di Kota Solo

kuliner nusantara ramadan 2017
Pythag Kurniati • 27 Mei 2017 17:56
medcom.id, Solo: Jam menunjukkan pukul 16.00 WIB. Adzan Magrib pun belum berkumandang. Namun ratusan orang sudah berdesak-desakan di Masjid Darussalam, Kampung Jayengan, Serengan, Solo, Jawa Tengah.
 
Salah satunya Anang Yasin, warga Tipes, Solo. Sembari menenteng rantang, Anang bersama anaknya, Anissa rela mengantre lama menanti bubur samin matang.
 
"Setiap Ramadan pasti kesini. Mencari bubur samin sebagai santapan buka puasa di rumah,"ungkap Anang di hari pertama puasa saat ditemui di Masjid Darussalam, Jayengan, Sabtu, 27 Mei 2017.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Menurut Anang, bubur samin memiliki rasa khas Banjar, Kalimantan Selatan. "Aromanya enak, daging sapinya terasa. Dan di Solo tidak ada yang jual," jelasnya.
 
Kabar kelezatan bubur samin pun bahkan tidak hanya tersiar di seantero Kota Solo, tapi juga di kabupaten-kabupaten lain di sekitar Solo. Salah satunya warga Kabupaten Sukoharjo, Lia.
 
"Sengaja datang kesini untuk mencicipi kelezatan bubur samin, seperti yang banyak diberitakan," terang dia.
 
Takmir Masjid Darussalam Haji Muhammad Rosyidi Muchdlor menjelaskan, bubur samin menjadi hidangan khas yang awalnya dibawa oleh perantau asal Banjar, Kalimantan Selatan. "Sekitar tahun 1900 para perantau asal Banjar yang kebanyakan merupakan pedagang emas dan berlian datang ke Kota Solo," urai Rosyidi.
 
Pada tahun 1930, para perantau mulai membangun langgar di kawasan Kampung Jayengan yang kemudian menjadi Masjid Darussalam pada tahun 1960-an. Berbagai kebudayaan Banjar pun dibawa di tanah Jawa, tak terkecuali kuliner khasnya, bubur samin.
 
"Dinamakan bubur samin karena memasaknya dengan menggunakan minyak samin sehingga beraroma khas," jelas Rosyidi.
 
Bubur samin terdiri dari bahan-bahan beras, daging sapi, rempah-rempah dan minyak samin. Dimasak selama kurang lebih lima jam.
 
Dari awal pembuatannya, bubur samin hanya dinikmati internal warga setempat yang merupakan keturunan Banjar. Namun sejak tahun 1980, bubur samin juga dibagikan pada masyarakat luas selama 30 hari setiap Ramadan.
 
"Alasannya karena memberi buka orang yang berpuasa, pahalanya sama dengan orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahalanya," kata dia.
 
Setiap hari, tak kurang dari 45 kilogram beras diolah menjadi bubur samin. Seluruhnya menjadi 1.050 porsi bubur. 
 
850 porsi dibagikan pada masyarakat yang datang dan sisanya dijadikan santapan buka bagi orang-orang di Masjid Darussalam. Biasanya bubur samin disajikan bersama kurma dan kopi susu.
 
Rasanya yang gurih dan khas rempah-rempah membuat bubur samin menjadi hidangan yang dirindukan setiap Ramadan tiba.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(ALB)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif