Nenek Satinem sedang melayani pembeli -- MTVN/Ahmad Mustaqim
Nenek Satinem sedang melayani pembeli -- MTVN/Ahmad Mustaqim (Ahmad Mustaqim)

Nenek Satinem, Pelestari Makanan Tradisional di Yogyakarta

kuliner nusantara
Ahmad Mustaqim • 15 April 2017 14:22
medcom.id, Yogyakarta: Jarum jam menunjukan pukul 06.00 WIB pagi. Seorang nenek nampak menata dagangannya di emperan toko di Jalan Diponegoro, Yogyakarta. Ada tiwul, gatot, cenil, dan lopis.
 
Tidak lama, pembeli mulai menyemut mengerubungi dagangan Satinem. Tidak lebih dari pukul 08.30 WIN, dagangan Satinem sudah ludes.
 
"Biasanya masih ada pembli yang datang meskipun dagangan sudah habis, kasihan," kata Satinem sambil menghela nafas di sebelah Mukinem, anaknya yang selalu membantunya berjualan, Sabtu, 15 April 2017.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Meskipun hanya berjualan di emperan toko, jajanan tradisonal Sukinem terkenal lezat. Bahkan, sejumlah orang rela menunggu sebelum Satinem datang demi mendapatkan kudapan favorit mereka.
 
Satinem berkisah, dulu orangtuanya juga berjualan ragam jajanan tradisional. Mulanya, ia hanya sebatas membantu orang tuanya berjualan jajanan tradisional sebagai penopang perekonomian keluarga.
 
Baru pada 1963, Satinem mulai berjualan jajanan tradisional secara mandiri. Semua jajanan ia masak sendiri berdasarkan resep yang diwariskan secara turun-temurun.
 
Ia biasa mulai memasak pukul 00.00 WIB dengan dibantu tiga anaknya. "Masaknya ya pakai kayu," tambah Satinem.
 
Pada hari biasa, Satinem mengaku menghabiskan beras sebagai bahan utama jajanan hingga delapan kilogram. Jika hari libur, bisa mencapai 10 kilogram beras. Jika ada pesanan, bisa lebih banyak lagi.
 
Dari Jualan Jalan Kaki Hingga di Emperan Toko
Awalnya, Satinem berkeliling menjajakan dagangannya dengan berjalan kaki di kawasan Kota Yogyakarta. Pukul 04.00 WIB, ia sudah berangkat dari kediamannya di Salakan, Trihanggo, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, sambil menggendong seluruh dagangannya.
 
"Pulangnya sampai rumah sore," ungkapnya.
 
Hingga suatu ketika, Satinem menemukan tempat berjualan jualan di depan sebuah ruko. Apalagi, fisik Satinem tak lagi mendukung untuk berjalan jauh.
 
Satinem biasanya berangkat ke lokasi jualan sekitar jam 05.00 WIB dari rumah dengan diantar anaknya dengan sepeda motor. Seorang anaknya, Mukinem, selalu membantu.
 
"Dulu itu antarnya naik sepeda, sekarang sudah pakai motor," ujarnya.
 
Nenek Satinem, Pelestari Makanan Tradisional di Yogyakarta
Satinem dan anaknya, Mukinem -- MTVN/Ahmad Mustaqim
 
Meski punya banyak pelanggan setia, Satinem tidak ngotot. Kalau merasa capek atau kurang sehat, Satinem memutuskan tidak berjualan. Termasuk setiap bulan puasa dan Lebaran.
 
Dari berjualan jajanan tradisional, Satinem, mengaku bisa menanggung biaya hidup keluarga. Termasuk memberi uang jajan untuk cucu-cucunya ketika lebaran.
 
Jadi Kegemaran Hotel hingga Presiden Suharto
Kelezatan jajanan tradisional buatan Satinem ternyata sudah melegenda. Bahkan, dulu Presiden Soeharto juga kerap memakan lupis, gatot, dan tiwul buatannya.
 
Saat itu, kata Satinem, pernah beberapa kali sejumlah orang berpakaian rapi membeli jajanannya. Belakangan, ia tahu jika orang-orang tersebut ajudan pak Harto.
 
"Mereka akhirnya cerita. Kalau tahu dari awal, niatnya mau saya kasih lebih," kisahnya.
 
Hingga kini, pelanggannya tak hanya mereka yang mampir di tempat jualannya di emperan toko. Jajanan buatan Satinem yang masih menggunakan daun pisang ini juga diminati sejumlah hotel di Yogyakarta.
 
"Orang perwakilan hotel biasanya datang untuk memesan. Pesan hari ini untuk besok atau beberapa hari ke depan," terang Satinem.
 
Beberapa wisatawan dari DIY maupun luar daerah yang sedang berkunjung juga sering datang dan memesan untuk oleh-oleh. Bahkan, ada pembeli yang minta untuk mengirimkan ke luar kota.
 
"Kalau orang luar daerah yang pesan, makanan yang gampang basi dipisah, biar awet bisa sampai rumah," kata dia.
 
Satu porsi lupis, gatot, tiwul, dan cenil buatan Satinem dibanderol dengan harga Rp5 ribu. Sementara, paket komplit berisi enam jenis jajanan yang biasanya dipesan untuk acara, dipatok dengan harga Rp150 ribu.
 
"Saya tidak menargetkan bisa menjual berapa dan dapat hasil berapa. Dapat berapa pun yang penting kita syukuri," ungkapnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(NIN)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif