Metode intervensi dikenal dengan tindakan radiologi yang dibantu dengan, misalnya CT scan, untuk mengobati penyakit dengan mengarahkan ke sel penyakit. Metode DSA juga dikenal sebagai cuci otak atau brainwash dalam istilah kedokteran, dengan memakai alat diagnostik seperti rontgen.
"Bisa melakukan pengobatan langsung pada penyakit dan jaringan sel di sekitarnya, bisa aman," kata Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia, Mayjen DR dr Terawan A Putranto Sp Rad di Hotel Royal Ambarukmo dalam acara pertemuan dokter radiologi pada Jumat, 5 Mei 2017.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Terawan merupakan dokter penemu perpaduan dua metode pengobatan itu. Bagi Terawan, para dokter spesialis radiologi bisa memperdalam ilmu itu karena potensi kesembuhan pasien lebih besar.
"Sudah cukup banyak pasien yang melakukan terapi ini. Forum seperti ini bisa menjadi jalan agar dokter mengikuti perkembangan teknologi sehingga dokter bisa mengambil tindakan lebih cepat. Angka keberhasilan terapi bisa lebih baik," ungkapnya.
Ahli radiologi RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, Bagaswoto Poedjiomartono, menambahkan, metode penyembuhan tersebut memang tak sepenuhnya menjamin. Akan tetapi penanganannya bisa lebih baik, terarah, dan tepat.
Menurut dia, sudah lebih dari 25 pasien di RSUP Dr Sardjito yang berhasil menjalani pengobatan itu. "Pasien Pak Terawan mungkin sudah lebih banyak," katanya.
Ia mengingatkan penyakit kanker dan stroke sudah menimpa orang dari berbagai lapisan usia. Bagaswoto mengaku tak hanya menemui pasien di atas usia 50 tahun, namun ada juga pasien dengan usia 18 tahun, 15 tahun, 12 tahun, bahkan ada yang usia 4 tahun.
"Penyakit ini bisa karena perilaku seseorang, atau karena kelainan pembuluh darah. Yang paling penting adalah menjaga pola hidup sehat dan sebisa mungkin menjauhi rokok," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)
