Selama hidupnya, Gusti Nurul dikenal sebagai sosok perempuan yang cerdas, moderat namun tetap menjunjung budaya Jawa. Paras ayu dan kemahirannya berkiprah mampu memikat hari para tokoh-tokoh terkenal.
Dari mulai Sutan Syahrir, Hamengkubuwono IX hingga Presiden Pertama RI Sukarno kesengsem dengan aura Gusti Nurul.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Ibu pernah menceritakan kisah cintanya. Ya, itu masa lalu beliau. Beberapa tokoh memang pernah dekat dan pernah meminta ibu (menjadi istri),” ujar KPH Soelarso Basarah, putra pertama Gusti Nurul mengawali ceritanya, Rabu (11/11/2015).
KPH Basarah sempat tersenyum ketika menceritakan upaya tokoh-tokoh nasional itu mendekati ibunya. Ada banyak kisah, yang dalam bahasa gaul disebut pedekate itu. Sutan Syahrir, misalnya. Dia sering melakukan korespondensi dan memberikan hadiah kepada Gusti Nurul.
Namun, semua itu tidak mempan. Kepada anak-anaknya, Gusti Nurul mengemukakan tidak ingin dimadu. “Ibu kasihan dengan istri-istri (tokoh-tokoh tersebut) yang terdahulu jika dimadu,” katanya.
Gusti Nurul juga pernah mengatakan tidak begitu menyukai tokoh politik. “Kata Ibu, nanti repot kalau sama politikus. Begitu candaan Ibu,” ungkapnya diiringi senyuman.
Gusti Nurul akhirnya memilih menikah dengan Soerjosoejarso. Lelaki tersebut, di mata KPH Basarah, merupakan sosok yang disiplin, rendah hati, jujur, dan tidak neko-neko. Hal tersebut yang ia katakan mencuri hati Gusti Nurul, kembang Mangkunegaran yang dipuja banyak pria.
“Bapak saya mulai bertugas di Bandung sekitar tahun 1950. Bapak memegang pusat persenjataan Angkatan Darat pada saat itu, kemudian pernah menjadi gubernur AMN Magelang, masuk siskohat dan diangkat astase militer di Amerika Serikat. Bapak juga pernah diangkat menjadi rektor Institut Teknologi Tekstil,” jelasnya.
Hingga akhir hayatnya, ungkap KPH Basarah, Gusti Nurul dimakamkan di samping makam belahan jiwanya di Astana Girilayu, Matesih, Karanganyar.
Bagi KPH Basarah, Gusti Nurul bukan hanya Putri Mangkunegaran, namun juga putri rakyat dan panutan bagi anak-anaknya.
“Beliau selalu berpesan agar kami rukun. Kami pun sejak kecil harus belajar menari. Itu wujud Ibu menjunjung tinggi budaya Jawa. Sedangkan dari kegemaran Gusti Nurul berkuda menurun pada adik saya, Rasika Wiyarsi yang saat ini menjadi ahli kuda,” pungkas dia.
Gusti Nurul mengembuskan nafas terakhir pada usia 94 tahun setelah kurang lebih dua minggu menjalani perawatan di RS St Carolus Bandung karena penyakit diabetes.
Kembang Mangkunegaran
Gusti Nurul merupakan anak tunggal KGPAA Mangkunegara VII dan Gusti Ratu Timur (putri Sultan Hamengkubuwana VII). Dia lahir pada 17 September 1921.
Sebagai putri keraton, Gusti Nurul akrab dengan berbagai kesenian. Salah satunya, menari. Bahkan, di usia 15 tahun, ia diundang secara khusus oleh Ratu Wilhelmina.
Gusti Nurul diundang ke Istana Nordeinde Belanda untuk menari di pesta pernikahan putri Ratu Wilhelmina, yakni Ratu Juliana, pada tahun 1936. Di sinilah Gusti Nurul mendapat julukan de bloem van Mangkunegaran.
Yang lebih unik, ketika menari di Istana Nordeinde Belanda, gending pengiring dimainkan di Mangkunegaran. Gending itu disiarkan secara langsung melalui radio.
Siaran radio dari Pura Mangkunegaran kala itu terdengar cukup jernih. Kala itu, Mangkunegaran tengah merintis radio Javanesche Kunstkring Mardi Raras Mangkunegaran. Radio ini lantas menjadi Solosche Radio Vereeninging (SRV), yang jadi cikal bakal Radio Republik Indonesia.
Itu sebabnya, Gusti Nurul juga banyak terlibat di dunia penyiaran. Karenanya, tak jarang dia disebut sebagai salah satu tokoh penyiaran di Indonesia.
Kini, Sang Kembang Mangkunegaran telah berpulang. Jenazahnya telah tiba di Pura Managkunegaran, Rabu, 11 November 2015 dan akan dibawa ke Astana Girilayu sekitar pukul 11.30 WIB untuk dimakamkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)
