Ketua Fraksi PAN DPRD Kota Yogyakarta Rifki Listianto mengatakan perda yang sudah berumur 13 tahun tersebut perlu direvisi. Alasannya, banyak celah pelanggaran di dalam peraturan itu.
"Perda itu sudah tidak efektif dan relevan. Misalnya izin pondokan yang digunakan untuk Guest host atau homestay," ujar Rifki di Yogyakarta, Selasa (23/2/2016).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Penyalahgunaan izin, kata Rifki, menimbulkan kerugian pada pendapatan dan merusak citra Yogyakarta. Ia berharap revisi perda dapat menjaga citra Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan dan Budaya.
"Maka payung hukum harus jelas agar semua tertib dan sesuai peruntukan," tegasnya.
Sementara perwakilan dari partai Gerindra Dian Novitasari menilai pemerintah perlu mendata jumlah pondokan. Pemilik kos tak cuek dan lebih memperhatikan penyewanya. Itu bertujuan mencegah dan menghindari tindakan yang tidak diinginkan.
"Orangtua juga tidak boleh lepas tangan dan harus terus mengawasi anak-anaknya yang kos," kata dia.
Perda 4/2003 tidak menjelaskan dan mengatur soal pondokan. Perda hanya menuliskan pondokan sebagai tempat tinggal yang disewa atau dikontrak untuk waktu tertentu. Sehingga, warga Yogyakarta berbeda persepsi soal penginapan.
Dian mengatakan beberapa warga menilai penginapan dan pondokan itu sama. Padahal, peruntukannya berbeda.
Sebelumnya Kepala Seksi Pengendalian Operasi Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta Bayu Laksmono mengatakan banyak menemukan pelanggaran dalam pondokan. Di antaranya tak ada penjaga induk semang di sekitar kos.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)
