Tulisan tersebut antara lain 'Pak Jokowi, Bukalah Hati Berikan Grasi Pada MU!', 'Merry adalah Korban, Beri Grasi!' dan 'Hukuman Mati Melanggar HAM'. Aksi mereka lanjutkan dengan berjalan dari Balai Kota Solo hingga Bundaran Gladag pada Kamis, 28 Juli 2016 sore.
Koordinator aksi yang juga merupakan ketua SPEK HAM Solo, Endang Listyani mengatakan aksi ini juga dilakukan serentak di Jakarta dan Semarang. "Melihat kisah hidup Merry Utami, dia bukan gembong. Dia adalah korban. Sindikat memanfaatkan Merry karena ia mengalami kesulitan ekonomi," terang Endang.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Merry, lanjutnya, memutuskan untuk menjadi TKI di Taiwan untuk membiayai kedua anaknya. Terlebih putra sulungnya menderita kelainan jantung dan meninggal saat Merry tengah menjalani proses hukum.

Aksi Jaringan Solo Raya Peduli minta grasi untuk Merry Utami. (Metrotvnews.com/Pythag Kurniati)
Endang berharap di penghujung tibanya waktu eksekusi mati ini, Presiden Jokowi dapat memberikan grasi pada Merry dan mengganti hukuman mati dengan hukuman yang tidak melanggar HAM. "Ada banyak hukuman lain yang memberi keadilan tanpa harus melanggar hak asasi. Apalagi Merry yang hanya korban," kata dia.
Merry Utami divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada 2003. Merry kedapatan membawa 1,1 kilogram heroin di Bandara Soekarno Hatta Cengkareng pada tahun 2001. Kini Merry Utami telah berada di Lapas Nusakambangan, Cilacap.
Sementara, aneka persiapan untuk pelaksanaan eksekusi sudah matang. Regu tembak, personel pengamanan dan logistik telah masuk ke lapas tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)