“Kerbau itu menyimbolkan rakyat kecil. Kerbau gerakannya memang lambat. Namun jika sudah marah, siapa yang bisa mengendalikan,” ujar Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Kasunanan Surakarta, Kanjeng Pangeran Aryo (KPA) Winarno Kusumo.
Maka, pemimpin tidak boleh melupakan rakyatnya dan harus senantiasa mendengarkan jeritan mereka. Winarno meyebut gelaran pilkada sebagai contoh.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Jika rakyat kecil hanya dijadikan alat, mereka marah dan tidak mau datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) lalu bagaimana,” imbuhnya.
Selain mengandung pesan kepemimpinan, Winarno menuturkan Kerbau Kyai Slamet juga masih banyak dipercaya sebagai penolak bala dan simbol antikebodohan.
“Orang Jawa pati tahu istilah bodho longa-longo koyo kebo. Kepala kerbau biasanya juga ditanam dalam acara-acara tertentu, itu sebagai simbol kita harus mengubur dalam-dalam kebodohan. Harus pintar dan cerdas,” tuturnya.
Sebanyak sembilan kerbau Kiai Slamet dan sembilan pusaka lainnya dikirab dalam peringatan Satu Suro di Keraton Kasunanan Surakarta. Kiai Slamet dengan rangkaian melati di leher memimpin kirab mengitari keraton.
Kirab menempuh rute sekitar empat kilometer dari Kamandungan–Alun-alun Utara–Benteng Vastenburg–Pasar Kliwon–Gading–Nonongan–Gladag dan kembali ke Keraton Kasunanan. Kirab dilakukan secara Pradaksina yakni selalu menempatkan Keraton Kasunanan di sebelah kanan barisan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)