Penasihat PKL tergugat, Ikhwan Sapta Nugraha, mengatakan jika hakim memperoleh fakta cukup menarik saat melakukan pengukuran lapangan. Pertama, pengukuran yang menghadirkan parangkat Desa Prawirodirjan, Gondomanan, sempat memberikan penjelasan bahwa lahan yang disengketakan sudah pernah ada perjanjian damai.
Namun, Ikhwan melanjutkan, meski ada perdamaian, pengusaha Eka Aryawan tidak menjalankan perdamaian itu. "Ada perdamaian namun Eka mengingkarinya," kata Ikhwan usai proses pengukuran, Kamis (21/1/2016).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Temuan lapangan lain, ada perbedaan selisih ukuran lahan izin jalan masuk (in gang) dengan yang diajukan Eka Aryawan. Usai ditunjukkan kekancingan, lanjut Ikhwan, selisih in gang yang Eka ajukan mencapai 1,5 meter. "In gang-nya ini timbul setelah PKL dan Eka terjadi perdamaian," ucap Ikhwan.
Dari temuan itu Ikhwan berharap hakim bisa mengambil keputusan dengan baik karena pengusaha Eka tidak menghadirkan panitikismo sebagai pihak yang menerbitkan kekancingan. Menurutnya, lahan ditempati PKL dan dimasalahkan Eka harusnya tidak menjadi obyek sengketa. "Tapi kami belum begitu yakin nanti putusan bisa menang. Masih 50:50," jelasnya.
Ia juga berencana akan menyampaikan ke hakim mengenai perolehan sumbangan koin untuk para PKL tergugat yang baru mencapai Rp3.338.000. "Kepada hakim akan coba kita sampaikan nilai ini kan jauh dari nilai gugatan di atas Rp1 miliar," ujar Ikhwan.
Pengusaha Eka Aryawan, melalui penasihat hukumnya Oncan Poerba, mengaku tetap yakin memanangi sengketa lahan melalui gugatan. Oncan tetap menilai kalau lahan yang ditempati PKL itu tidak sah. "Kami sudah yakin menang bahkan sebelum menggugat. Kami juga punya izin yang dikeluarkan Pemkot Yogyakarta," ujar Oncan.
Ia juga mengklaim kliennya sudah melakukan perdamaian namun tidak bisa dijalankan. "Apapun putusannya, walaupun damai, lahan untuk jalan harus kosong," kata dia.
Sengketa lahan terjadi antara pengusaha Eka dengan lima PKL yang menempati lahan 4x5 meter di Jalan Brigjen Katamso, Gondomanan. Eka menganggap lahan itu miliknya. Sedangkan lima PKL bersikukuh memiliki surat izin menempati lahan itu. Surat tersebut diterbitkan pada 1933. Para PKL juga mengaku setiap tahun membayar pajak bumi dan bangunan.
Pada 20 Agustus 2015, kelima PKL mendapat pemberitahuan dari petugas Pengadilan Negeri Kota Yogyakarta bahwa mereka digugat lebih dari Rp1 miliar oleh Eka Aryawan. Keraton Yogyakarta sempat mencoba memediasi, namun Eka tetap tak mencabut gugatan dan perkara itu akhirnya berjalan di PN Kota Yogyakarta hingga kini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)