Kompetisi tersebut digelar di Oosting Gymnasium Trinity College Ferris Athletic Center, Hartford, Amerika Serikat, pada 2 hingga 3 April lalu.
Mereka menciptakan prototipe robot yang memiliki kemampuan memadamkan api dan bisa berperan sebagai search and rescue (SAR) untuk menyelamatkan bayi di dalam rumah yang terkepung api. Robot itu mampu mengalahkan 80 robot peserta lain dari berbagai negara maju seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Israel.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Tidak menyangka bisa jadi juara umum di Amerika yang selama ini jadi kiblat kemajuan teknologi dunia. Kami sangat bersyukur. Sangat bangga bisa mengibarkan bendera merah putih,” kata anggota Tim Robotik Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Unissula Semarang, La Ode Muhamad Idris, Senin (4/4/2016).
Robot yang mereka ciptakan mampu menyabet juara I kategori senior robot pemadam api beroda, juara I dan II pada kelas robot pemadam api berkaki dan penghargaan robot dengan performa terbaik, serta skor terbaik pada level II dan III.
Beberapa robot pemadam api yang diikutkan delegasi Indonesia di ajang itu antara lain dua robot pemadam api beroda bernama Khaum I dan Khaum II, serta dua robot pemadam api berkaki yang diberi nama Sultan Agung I dan Sultan Agung II. Semuanya didesain memiliki kemampuan memadamkan api dalam insiden kebakaran di dalam rumah.
Kecepatan dalam melakukan eksekusi pemadaman, ketangkasan dan kejelian mendeteksi titik api, termasuk aksi menuju ruangan berapi dengan dihadapkan beberapa rintangan, menjadi materi penilaian. Robot itu mampu melewati rintangan hewan, perkakas rumah tangga yang berserakan, dan furniture rumah. Selain itu, robot ini bisa melakukan evakuasi bayi yang terkepung api saat kebakaran terjadi.
"Selama lomba, robot khusus pemadam api ini harus mengikuti berbagai tingkat. Mulai tingkat dasar, menengah, hingga tingkat senior untuk mahasiswa dan umum," kata La Ode.
La Ode bersama timnya mengaku banyak menemui sejumlah kendala sebelum bisa meraih juara. Mulai dari proses persiapan hingga teknis saat kompetisi. Kendala paling berat adalah saat ada perubahan peraturan yang mendadak. "Tim harus mengubah strategi," ujar dia.
Indonesia, tutur La Ode, nyaris tertinggal dengan tim Israel saat berada di level pertama. Namun. tim ini mampu menyapu bersih dua level berikutnya dengan robot Khaum I dan Khaum II.
“Kami bangga dan memberi apresiasi sedalam-dalamnya untuk tim robotik Unissula. Ini bukti bahwa inovasi mahasiswa Indonesia bisa bersaing di level internasional, bahkan mampu menjadi juara umum,” ujar Wakil Rektor III Unissula Semarang, Sarjuni.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)