Bandara lama Kulon Progo. Foto: Antara
Bandara lama Kulon Progo. Foto: Antara (Patricia Vicka)

Kajati DIY: Halangi Pengukuran Tanah Bandara Berujung Bui

bandara sengketa lahan
Patricia Vicka • 05 Desember 2015 15:38
medcom.id, Yogyakarta: Proses pengukuran lahan calon bandara baru di Kulon Progo terus ditentang warga setempat yang menolak pembangunan bandara. Warga yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) bahkan beberapa kali sempat bersitegang dengan petugas pengukuran dan aparat kepolisian menolak tanahnya diukur.
 
Kepala Kejaksaan Tinggi DIY, Tony T Spontana, menegaskan semua pihak yang menghalang-halangsi proses pengukuran, sosialisasi dan inventarisasi tanah Bandara di Kulon Progo bisa masuk penjara. Sanksi pidana bisa dikenakan bagi siapa saja yang menghalangi petugas pengukur tanah, apalagi jika disertai ancaman kekerasan.
 
"Sudah diatur dalam UU. Barang siapa yang sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan pada pihak yang sedang melaksanankan tugas dengan sah, akan dipidana. Penolakan yang dilarang adalah penolakan yang anarkis seperti mengancam petugas atau melakukan kekerasan," kata Tony, melalui sambungan telepon, di Yogyakarta, Sabtu (5/12/2015).

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Sebaliknya, Tony juga mengimbau para petugas pengukuran agar tidak melakukan tindak kekerasan sebagai jalan keluar saat mendapat pertentangan warga. "Kegiatan pengukuran patok kalau masih ada yang keberatan dan menolak, dikedepankan musyawarah mufakat," tuturnya.
 
Selain itu, ia memastikan petugas BPN berhak melakukan pengukuran di atas tanah warga yang menolak. Sebab tindakan pengukuran telah dilindungi oleh hukum dan sesuai dengan keputusan hukum yang sudah dikeluarkan MA.
 
"BPN walaupun ditolak tetap bisa mengukur karena secara yuridis sudah dijamin (hukum) dan alasannya kuat. Untuk warga kalau ada petugas sah yang datang tidak boleh dihalang-halangi," jelasnya.
 
Sementara itu, bagi warga yang menolak tindakan pengukuran bisa menyampaikan penolakan tersebut ke lembaga pertanahan sesuai mekanisme yang berlaku. "Masyarakat yang menolak bisa menyampaikan permasalahan paling lama 14 hari ke lembaga pertanahan yang berfungsi sebagai arbitrase," kata dia.
 
Tony mengutip UU Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pada Pasal 5 disebutkan pemilik tanah wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum setelah pemberian ganti rugi atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sementara definisi tanah untuk kepentingan Umum ada dalam Pasal 4 ayat 1 D, antara lain untuk membangun pelabuhan, bandara, dan terminal.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(UWA)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif