Anak hidup dengan HIV AIDS berdoa bersama di hari AIDS 1 Desember, MTVN - Oythag Kurniati
Anak hidup dengan HIV AIDS berdoa bersama di hari AIDS 1 Desember, MTVN - Oythag Kurniati (Pythag Kurniati)

Hari AIDS, ADHA Panjatkan Doa Mohon Perlindungan

aids
Pythag Kurniati • 01 Desember 2016 18:26
medcom.id, Solo: Belasan bocah kecil mengelilingi sebuah tumpeng. Mereka menengadahkan tangan sambil mengucap 'amin' pada doa yang dilantunkan bersama. Ya, mereka, bocah kecil yang mengidap virus mematikan, HIV/AIDS.
 
Seorang bocah memanjatkan doanya. Ia memohon Tuhan Yang Maha Esa memberikan perlindungan dan pertolongan pada dirinya. Ia juga berdoa yang sama untuk teman-temannya, sesama penghuni Yayasan Rumah Singgah Lentera di Kota Solo, Jawa Tengah.
 
"Amiiin," jawab bocah-bocah lain, Kamis (1/12/2016).

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Setelah itu, mereka pun memotong tumpeng bergantian. Tumpeng berupa nasi putih yang ditata meruncing lalu dikelilingi dengan lauk-pauk. 
 
Tawa dan senyum tampak di wajah mereka. Ceria. Sementara tangan-tangan kecil mereka menyuapkan nasi berikut lauk ke mulut.
 
Pimpinan Yayasan Rumah Singgah Lentera Kota Solo, Yunus Prasetya, mengatakan itulah cara mereka bersyukur di tengah cobaan. Usia mereka masih muda. Namun anak-anak itu hidup dengan HIV/AIDS (ADHA).
 
"Bukan hanya itu. Kami juga memperingati lima tahun berdirinya Yayasan Rumah Singgah Lentera," kata Yunus saat Metrotvnews.com mendatangi rumah tersebut di Kawasan Laweyan.
 
Yunus mengatakan ADHA pertama kali tiba di yayasan itu yaitu seorang anak berusia tiga tahun. Yunus  mengatakan anak itu dalam kondisi memprihatinkan. Bocah itu belum bisa bicara dan jalan. Tubuhnya kurus. Pertumbuhannya lamban.
 
Yunus mengaku tak mudah membesarkan ADHA. Bagaimana pun mereka terlalu kecil untuk mengetahui apa itu HIV/AIDS. Bahkan saat pemotongan tumpeng, seorang anak bertanya pada Yunus .
 
"Ayah (panggilan ADHA untuk Yunus), siapa yang ulang tahun," tanya seorang bocah.
 
"Semua berulang tahun," jawab Yunus disambut tawa anak-anak penghuni yayasan.
 
Dalam lima tahun terakhir, Yunus dan tiga rekannya sukarela mengasuh 11 ADHA di yayasan tersebut. Usia mereka dari 5 sampai 15 tahun. Anak-anak itu berasal dari Solo, Jepara, hingga Jawa Timur.
 
Mereka menempati sebuah rumah berukuran 80 meter persegi. Di rumah itu, mereka bermain, bercanda, dan berbagi cerita.
 
Tapi di rumah itu pula mereka harus menjalani terapi Antiretroviral (ARV), terapi pijat, dan terapi yoga. Terapi ARV, ujar Yunus, mendapat bantuan pemerintah dan dilakukan sekali dalam sebulan.
 
"Fungsinya, menekan perkembangan virus. Sebab virus tak bisa hilang. Dengan terapi itu, ADHA dapat bertahan hidup berdampingan dengan virus," tutur Yunus saat ditemui mengenakan kemeja hitam.
 
Anak-anak merupakan golongan ODHA yang paling rentan. Sebab mereka belum mengerti apapun soal HIV/AIDS. Bila tak dideteksi secara dini, virus akan terus menyebar. 
 
Sayangnya, tak semua masyarakat dapat menerima kehadiran ADHA. Mereka menjadi korban diskriminasi. Padahal, ADHA juga butuh lingkungan untuk menerima mereka. ADHA juga berhak hidup layaknya anak-anak.
 
"Harapan saya, jauhi virusnya. Bukan orangnya. Saya harap slogan itu tak sekadar digembar-gemborkan. Saya mohon, slogan itu dipraktikkan," harap pria yang telah menikah itu.
 
Ia pun meminta Pemerintah Kota Solo aktif menangani ADHA. Misalnya, tegas mengimplementasikan peraturan daerah soal penanggulangan HIV/AIDS.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(RRN)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif