Wakil Khatib Syuriah PWNU DIY, Jadul Maula mengatakan keputusan Sultan menghilangkan gelar 'Khalifatullah' dengan alasan memperoleh dawuh Gusti Allah melalui para leluhur serta tidak menjelaskan proses dan tata caranya, berpotensi menyesatkan dan menyimpang dari akidah islamiyyah. Menurutnya, hal itu seolah menghapus identitas Mataram Islam serta masih menjadikan polemik di internal keraton.
"Dasar kritik kami atas kasih sayang dengan keraton dan kerabat keraton. Sabdaraja punya potensi menafikkan sejarah ini," ujarnya di Kantor PWNU DIY Jalan MT Haryono, Yogyakarta, Selasa (2/5/2015).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Ia mengungkapkan, implikasi dari sabdaraja itu membuat pandangan simpang siur yang hingga kini masih terjadi di ranah kerabat keraton dan beberapa kalangan masyarakat.
Sultan pernah mengatakan, ia melanjutkan, sudah saatnya keraton keluar dari sangkar emas, yakni Islam.
"Ibarat rumah, perubahan tidak pada bagian dinding, jendela atau pintu, namun pada pondasinya. (Sultan) belum mengemban dawuh, tidak memikirkan imbang dampak secara sosialnya," ungkapnya.
Jadul menyarankan Sultan segera melakukan musyawarah secara pribadi dengan para kerabat keraton. Dalam musyawarah, menurutnya, semua pihak harus siap mengalah.
"Keraton seharusnya memberikan contoh teladan melakukan musyawarah. Warga saat ini melihatnya dengan cemas dan prihatin. Kebanggaannya terhadap Yogya bisa hilang. Saya percaya masih ada solusi musyawarah untuk masalah ini," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)