Namun, keluarga juga meminta adanya konseling dan pendampingan psikolog secara pribadi. Pasalnya keluarga tidak yakin konseling yang dilakukan bersama-sama bisa menyembuhkan psikologi mereka.
"Konseling pribadi dibutuhkan untuk mempercepat proses penyembuhan. Kalau yang diberi pemerintah kan konseling secara umum," ujar Farid Cahyono, salah seorang keluarga Diah Ayu, eks anggota Gafatar usai beraudiensi di kantor DPRD DIY, di Yogyakarta, Jumat (22/1/2016).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Untuk dapat menyembuhkan psikologi para korban, ia meminta perguruan tinggi, pengelola pondok pesantren, dan pemuka agama turun tangan membantu pemerintah. Sebab, diperlukan banyak tenaga pendidikan dan tenaga medis di bidang psikologi dan kejiwaan untuk mengembalikan kondisi psikologi mereka.
"Konseling dan penyembuhan lebih efektif kalau dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok kecil. Disesuaikan dengan metode mereka," tuturnya.
Sementara peran pesantren dan lembaga agama dibutuhkan untuk mengisi kembali pemahaman soal ajaran agama yang dihilangkan oleh Gafatar. "Sesudah dikonseling, pondok pesantren mengajarkan kembali nilai-nilai agama. Kalau perlu brain wash mereka dengan ajaran agama," kata dia.
Sementara itu, Istiana yang kehilangan tujuh anggota keluarganya mengaku pasrah dan menyerahkan proses penyembuhan psikologi kepada pemerintah. Ia hanya ingin ketujuh anggota keluarganya yang terdiri dari anak, menantu, cucu, besan, dan saudara besan, segera pulih dan bisa kembali ke tengah-tengah keluarga. "Saya ikut saja proses dan rencana dari pemerintah. Saya sudah lelah mencari mereka," kata dia.
Sebelumnya, eks anggota Gafatar dr Rica Trihandayani pulang dalam kondisi psikologi terganggu. Kabid Humas Polda DIY AKBP Anny Pudjiastuti mengatakan dr Rica sering melamun, tidak fokus, dan sulit berkomunikasi dengan orang sekitar usai diambil dari kamp Gafatar di Kalimantan Barat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)