Liang yang digunakan untuk mengubur Brigjen Katamso dan Kol Sugiyono dalam peristiwa G30S di Monumen Pahlawan Pancasila, Yogyakarta. (Metrotvnews.com/Patricia Vicka)
Liang yang digunakan untuk mengubur Brigjen Katamso dan Kol Sugiyono dalam peristiwa G30S di Monumen Pahlawan Pancasila, Yogyakarta. (Metrotvnews.com/Patricia Vicka) (Patricia Vicka)

Brigjen Katamso, Dihantam Kunci Mortir dan Ditimpa Batu

peringatan g 30 s pki
Patricia Vicka • 30 September 2015 17:30
medcom.id, Yogyakarta: Masih lekat dalam catatan sejarah, sembilan perwira TNI Angkatan Darat gugur. Mereka disiksa dan dibunuh pada peristiwa gerakan 30 September atau lebih dikenal dengan tragedi G30S alias Gestapu.
 
Yogyakarta pernah menjadi saksi sejarah kekejaman, yang oleh sejarah resmi RI, dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia. Sebab, dua di antara sembilan Pahlawan Revolusi itu gugur di Yogyakarta.
 
Keduanya adalah Brigadir Jenderal TNI (Anumerta) Katamso dan Kolonel Infanteri (Anumerta) Sugiono.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Metrotvnews.com melakukan napak tilas ke Monumen Pahlawan Pancasila. Monumen berada satu kompleks dengan Batalyon Infantri 403/Wirasada Pratista Yogyakarta. Tepatnya di desa Kentungan, Condong Catur, Depok, Sleman, DIY. Karenanya, masyarakat sering menyebutnya sebagai Monumen Pahlawan Pancasila Kentungan.
 
Monumen itu berbentuk Joglo, di tengah-tengahnya terdapat sebuah lubang berbentuk persegi panjang. Lubang tersebut konon merupakan tempat ditemukannya Brigjen Katamso dan Kol Inf Sugiono.
 
Dipukul kunci, ditimpa batu
Berdasarkan buku panduan Monumen Pahlawan Pancasila dari Dinas Sosial Pemda DIY, lubang ini membujur dari timur ke barat. Panjangnya sekitar 1,87 meter dengan lebar dan kedalaman 0,5 meter.
 
Salah seorang pemandu monumen, Malis Ari Julianto bercerita lubang tersebut adalah saksi bisu kekejian PKI saat membunuh Brigjen Katamso.
 
Ketika itu, Katamso menjabat sebagai Komandan Korem (Danrem) 072/Pamungkas dengan pangkat Kolonel Infanteri. Sementara, Letnan Kolonel Sugiyono menjabat Kepala Staf Korem 072.
 
Malis bercerita, awal mula kejadian Kolonel Katamso diculik oleh anggota Batalyon 403, yang dulu bernama Batalyon L, dari kediamannya. Katamso dibawa ke Markas Komando Batalyon L, yang terletak di belakang Monumen Pancasila. 
 
"Dulu di sini (monumen) hutan dan rawa. Penculik sudah membuat lubang. Brigjen Katamso dibawa pakai mobil Gas yang berbentuk seperti jip. Saat diturunkan di sini, ia lalu dipukul kunci mortir 8 dari belakang dan langsung jatuh tersungkur. Tubuhnya kemudian dimasukkan ke lubang," ujar Malis.
 
Namun, ternyata dia masih hidup. Pelaku yang diduga anggota PKI lalu melempari batu besar ke tubuh yang tergolek lemas di dalam lubang hingga nyawa Katamso terlepas dari raga.
 
"Setelah itu gantian Pak Kolonel Giyono dimasukkan ke sini setelah sebelumnya disiksa. Satu lubang terisi dua orang dengan posisi kaki keduanya hampir bertemu," jelas pria yang sudah bertugas menjaga Monumen Pahlawan Pancasila sejak tahun 2009 ini.
 
Untuk menghilangkan jejak, pelaku menutup lubang dengan tanaman ubi. Jasad keduanya baru ditemukan 20 hari kemudian, yakni tanggal 21 Oktober 1965. 
 
Jasad keduanya dibawa ke RS DKT. Sebelum dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara, jenazah dilepas secara militer di Markas Korem, pada 22 Oktober 1965.
 
Keduanya resmi diangkat menjadi Pahlawan Nasional dan pangkatnya dinaikkan menjadi Brigadir Jenderal (Anumerta) Katamso dan Kolonel Infantri (Anumerta) Sugiono.
 
Kunjungan meningkat
Kini, tepat di atas lubang tersebut dibangun monumen peringatan dan diberi lambang Garuda Indonesia. Di depan monumen, berdiri tegak dua patung Brigjen Katamso dan Kolonel Sugiyono.
 
Sementara, di samping monumen ada taman kecil dengan replika dua buah mobil tank dan sebuah mobil Gas yang dulu digunakan untuk menculik kedua pahlawan ini.
 
Dua tank itu dulu dipakai untuk mengangkut jenazah keduanya menuju peristirahatan terakhir di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara.
 
Monumen Pancasila Sakti dibangun tahun 1988 atas saran Presiden RI Kedua Suharto. Lalu, tahun 1991 diresmikan oleh Paku Alam VIII.
 
Malis menambahkan, jelang peringatan Gestapu dan Kesaktian Pancasila, monumen ini ramai dikunjungi anak sekolah serta keluarga kedua almarhum.
 
"Bulan September dan Oktober pengunjung ke sini bisa mencapai 450 orang per bulan. Kebanyakan anak sekolah yang belajar sejarah. Ada juga keluarga kedua almarhum yang ke sini,"pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(SAN)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif