Sunlie mengatakan saat mengurus paspor ia membawa KTP dari Bangka Belitung yang sudah habis periodenya. Karena masa periode habis, ia membawa surat dari kantor catatan sipil bahwa KTP sedang dalam proses. "Proses perekaman juga sudah dilakukan," ujarnya saat dihubungi, Selasa (29/12/2015).
Tak berselang lama, kata dia, petugas di kantor Imigrasi itu bisa menerima dokumen yang Sunlie berikan. Akan tetapi, ia kemudian dipertemukan dengan salah seorang atasan di kantor itu. Setelah berhadapan, ia diminta menunjukkan dokumen asli berupa akta kelahiran, ijazah, surat nikah, dan kartu keluarga.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Sunlie mengaku tak menolak dimintai persyaratan itu. "Oke, saya bisa uruskan," kata alumnus ISI Yogyakarta dan UIN Sunan Kalijaga ini.
Setelah bisa menunjukkan dokumen tersebut, masalah ternyata belum tuntas. Lalu Sunlie dipersoalkan terkait Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) yang waktu itu identik dengan etnis Tionghoa. Secara tak langsung, petugas yang mengaku bernama Bambang tersebut masih menuntut Sunlie menunjukkan bahwa dia benar-benar WNI.
Mendapat perlakuan itu, ia mengatakan keberatan karena bukti sebagai WNI sudah jelas dengan akta kelahiran. "Mereka meminta mengirim KTP orang tua saya. Buat apa? SBKRI sudah dihapus oleh Keppres Nomor 56 Tahun 1996, tapi mereka masih meminta itu. Ini kan diskriminasi," ujarnya.
Petugas yang berhadapan dengan Sunlie juga menuding namanya bukan asli nama Indonesia. Ia sangat menyesalkan tindakan petugas Kantor Imigrasi di kota besar seperti Yogyakarta bisa demikian. Mengingat, kini bukan lagi masa Orde Baru yang saat itu represif terhadap etnis Tionghoa.
"Kalau di Yogyakarta saja bisa seperti itu, bagaimana (kantor) yang di daerah," kata Sunlie yang tinggal di Jalan Parangtritis, Mantrijeron, Jogokaryan, Kota Yogyakarta ini.
Perlakuan diskriminatif yang Sunlie terima kemudian diunggah di sebuah situs jejaring sosial miliknya. Tak berselang lama, unggahan Sunlie mendapat respon dari netizen. Bahkan, ia kemudian dihubungi pihak kantor Imigrasi untuk melakukan klarifikasi. "Setelah itu saya dihubungi dua kali, besok saya diminta datang ke kantor (Imigrasi)," kata dia.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Yogyakarta, Agus Soni Murdianto, mengklaim kejadian itu hanya miskomunikasi. Menurutnya, untuk mengurus paspor tak harus menunjukkan SBKRI. "Cukup KTP, KK, ijazah, dan surat nikah. Nama Sunlie kan kelihatan bukan asli Jogja," kata dia.
Menurutnya, langkah yang diambil petugas Imigrasi sebagai upaya berhati-hati untuk tidak memberikan parpor dengan sembarangan. Ia mengaku khawatir ada yang menyalahgunakan paspor dengan modus orang asing membuat paspor Indonesia. "Tapi jarang-jarang yang modus seperti itu di Jogja. Hanya memastikan saja," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)