Warga bernama Siput Lokastari mengaku saudaranya yang kini duduk sebagai anggota DPR RI membeli sebidang tanah di Kabupaten Kulonprogo beberapa bulan lalu. Saudaranya itu menggunakan nama istri Siput, Veronica Lindayati, dalam transaksi jual beli tanah.
Setelah transaksi, mereka mendapat undangan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Siput mendapat penjelasan istrinya tak bisa memiliki hak milik atas tanah tersebut.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Siput protes. BPN beralasan keputusan itu berdasarkan pada Surat Instruksi Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dengan nomor K898/I/A/1975, tertanggal 5 Maret 1975. Surat itu melarang warga nonpribumi memiliki hak milik tanah di Yogyakarta.
BPN menganggap Siput dan keluarganya merupakan warga nonpribumi. Sehingga Siput dan keluarga tak bisa mendapat hak milik tanah. Siput dan keluarga hanya dapat memiliki hak guna bangunan.
"Saya sempat marah-marah. Lalu dipaksa keluar dan dibopong oleh dua satpam," kata Siput kepada Metrotvnews.com, Selasa (13/9/2016).
Siput kemudian melaporkan kasus itu kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY dengan dugaan maladministrasi. Namun, ORI belum menanggapi laporan tersebut.
Selain Siput, seorang warga Yogyakarta pun mengalami masalah serupa. Sejak April 2013, masalah kepemilikan tanah yang dihadapi Eni Kusumawati belum usai.
Eni membeli dua bidang tanah di Ngestiharjo, Kabupaten Bantul. Eni beserta kuasa hukumnya, Willy Sanjaya, mengadukan masalah tersebut ke ORI tiga tahun setelah membeli tanah.
Setahun lalu, komunitas bernama Gerakan Anak Negeri AntiDiskriminasi (Granad) melakukan aksi protes terkait pemberlakuan surat instruksi tersebut. Mereka menilai pemberlakuan aturan menimbulkan diskriminasi di kalangan warga.

(Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X, MTVN - Ahmad Mustaqim)
Mereka lalu melaporkan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X ke Presiden Joko Widodo. Granad menilai laporan tersebut berpotensi memunculkan gerakan separatis di DIY.
Baca: Konflik Tanah, Sultan Yogya Dilaporkan ke Presiden Jokowi
Pada April 2016, ORI mengaku masih menelusuri pemberlakuan aturan kepemilikan tanah sesuai dengan surat instruksi tersebut.
Baca: Ombudsman Dalami Aturan Diskriminatif bagi WNI Nonpribumi di Yogyakarta
Komnas HAM telah dua kali merekomendasikan Pemerintah DIY untuk tidak memberlakukan surat instruksi itu. Alasannya, instruksi tersebut bertentangan dengan UU Pokok Agraria.
(RRN)