Sultan mengeluarkan izin penetapan lokasi (IPL) Pembangunan Bandara Kulon Progo pada 31 Maret 2015. Menurut Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta, Hamzal Wahyudin, terdapat beberapa kelemahan terkait penerbitan IPL. Proses konsultasi dan sosialisasi publiknya tak transparan.
Bahkan, kata dia, IPL melanggar asas tata pemerintahan yang baik. "IPL yang dikeluarkan Sultan melanggar tatanan kawasan. Kawasan rencana pembangunan bandara berpotensi tsunami," tutur Hamzal di Kantor LBH Yogyakarta, Senin (11/5/2015).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Ketua tim pendamping kasus pembangunan Bandara Kulonprogo, Risky Fatahillah, mengatakan ada upaya perampasan tanah dalam proses rencana pembangunan bandara. Menurutnya, sosialisasi pembangunan bandara harus dilakukan dengan rasional.
"Tim kerja yang dibentuk Sultan hanya mengedepankan hasil. Mereka bekerja tidak transparan," jelasnya.
Ada sebanyak lima desa yang terkena dampak rencana pembangunan bandara Kulonprogo. Kelima desa itu antara lain Glagah, Palihan, Sindutan, Jangkaran, dan Kebonrejo.
Fajar Rahmadi, salah seorang warga terdampak rencana pembangunan bandara, mengaku pernah mendapat intimidasi jika tidak menyerahkan tanah untuk proyek pembangunan bandara itu.
"Kami menolak tanpa syarat, sampai kapanpun," kata Risky.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)