Koalisi Pecinta Penyiaran Sehat saat menyampaikan penolakan draf RUU Penyiaran versi Baleg. (MTVN-Ahmad Mustaqim)
Koalisi Pecinta Penyiaran Sehat saat menyampaikan penolakan draf RUU Penyiaran versi Baleg. (MTVN-Ahmad Mustaqim) (Ahmad Mustaqim)

66 Koalisi Masyarakat Sipil Tolak RUU Penyiaran Versi Badan Legislasi

lembaga penyiaran
Ahmad Mustaqim • 09 Juli 2017 17:21
medcom.id, Yogyakarta: Masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Pecinta Penyiaran Sehat menyatakan menolak RUU Penyiaran versi Badan Legislasi (Baleg) DPR yang muncul pada 19 Juni 2017. Setidaknya, ada 66 koalisi dari berbagai latar belakang yang menolak RUU Penyiaran versi Baleg tersebut. 
 
Juru bicara koalisi Puji Rianto mengatakan draf RUU Penyiaran versi Baleg sangat tidak sehat bagi penyiaran Indonesia. Sebab, draf baru itu lebih mengakomodasi kepentingan otoritarianisme dan kapitalisme. 
 
Tak hanya itu, draf RUU Penyiaran yang baru justru memperlemah peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). "Dalam draf yang baru justru melahirkan regulator baru bidang peyiaran, yakni organisasi Lembaga Penyiaran," ujar Puji dalam konferensi pers di salah satu kafe di Kota Yogyakarta pada Minggu, 9 Juli 2017. 

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Puji juga mengungkapkan, pengaturan berupa migrasi sistem siaran analog ke digital sangat pro dengan pemodal. Menurutnya, pemilik modal bakal bisa lebih berkuasa dalam industri penyiaran dibanding upaya untuk membangun sistem siaran digital yang berpihak pada kepentingan publik. 
 
"Draf yang baru ini jelas tidak mendukung upaya penyiaran yang berpihak ke publik. Frekuensi itu milik dan diperuntukkan untuk publik. Harusnya tak hanya untuk kepentingan sosial, tapi juga ekonomi dan politik publik," kata peneliti Pemerhati Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) ini. 
 
Aktivis di lembaga Satunama, Valentina Sri Wijiyati mengungkapkan draf RUU Penyiaran versi Baleg menghapus pasal larangan iklan rokok. Padahal, kata dia, draf yang sebelumnya pasal yang sama sudah tercantumkan. 
 
Menurut dia, tindakan Baleg DPR sangat fatal. "Ini menjadi kemunduran. Penyiaran di dunia sudah menyertakan (pasal) larangan iklan rokok sudah empat tahun lalu," ujarnya. 
 
Tak hanya itu, Valentina juga menekankan, kelompok rentan, seperti difabel, anak, serta perempuan, harus terus disuarakan. Ia mengatakan, masih ada konten siaran yang lebih bersifat eksploitasi kelompok rentan tersebut. 
 
Pegiat di Rumah Perubahan, Darmanto mengungkapkan Baleg DPR telah mengobrak-abrik draf RUU Penyiaran yang sebelumnya. Ia menilai, draf RUU Penyiaran sebelum masuk Baleg masih cukup baik. "Draf yang baru ini seperti RUU Perlindungan Penyiaran Swasta," ucapnya. 
 
Ia menambahkan, dalam draf RUU Penyiaran versi Baleg juga sangat tak mengakomodasi konten siaran lokal. Darmanto menyebut konten siaran internasional di dalam draf yang baru maksimal 40 persen, sementara konten siaran lokal maksimal hanya 10 persen. "Ini sangat bertentangan dengan keindonesiaan yang sedang kita bangun," tuturnya. 
 
Selain PR2Media, Satunama, dan Rumah Perubahan, Koalisi Pecinta Penyiaran Sehat juga terdapat puluhan Program Studi Ilmu Komunikasi dari berbagai perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, tergabung di dalamnya. Di samping itu, ada pula oraganisasi masyarakat hingga organisasi kelompok difabel.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(SAN)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif