"Kami sama sekali tidak mengusik warga. Apalagi berbuat anarki atau terorisme," kata bekas pengurus pusat Gafatar, Wisnu Windhani, dalam rilis media yang Metrotvnews.com terima, Rabu (20/1/2016).
Aksi tindakan diskriminasi itu menjadi buntut dari sentimen miring yang menilai Gafatar sesat. Akibatnya, sebanyak 700 orang lebih dari eks Gafatar di Kabupaten Mempawah diminta pergi.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Selain itu, eks Gafatar di Kabupaten Ketapang dan Sintang juga mendapat pengusiran dari masyarakat. Secara keseluruhan, ada 1.529 orang yang kemudian dipulangkan ke wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DIY.
"Kami menyesalkan peristiwa ini. Kami hanya ingin bertani. Tuduhan (sesat) tersebut menimbulkan polemik dan masyarakat yang seolah tak mau menerima eks Gafatar," kata dia.
Kini, lanjutnya, mereka yang dipulangkan ke Pulau Jawa sudah tak memiliki dana lagi untuk berpindah tempat. Sebab, apa yang mereka miliki sudah terbakar dan lahan pertanian harus ditinggalkan begitu saja.
Wisnu menambahkan peristiwa yang menimpa ribuan eks Gafatar sangat bertolak belakang dengan prinsip HAM yang membebaskan setiap pribadi untuk tinggal di mana pun.
Terlepas dari masalah yang muncul, Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Eko Riyadi, sempat meminta pemerintah memberikan perlindungan kepada para eks Gafatar. "Mereka juga warga negara Indonesia. Menjadi kewajiban negara untuk memberikan perlindungan," kata Eko, Selasa 19 Januari, lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)