Ratusan pemulung dadakan terlihat memadati Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Piyungan, Kabupaten Bantul, DIY, Kamis (10/9/2015). Di gunungan sampah itu, mereka mengais barang-barang yang masih punya nilai jual. Tak jarang, mereka saling berebut ketika truk sampah datang.
Pantauan di lapangan, sekitar 200 warga asal Kabupaten Gunungkidul beralih profesi dari petani ke pemulung. Kondisi ini terpaksa ditempuh karena lahan pertanian dan ladang mereka mengalami kekeringan, akibat kemarau yang berkepanjangan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Lha terpaksa, untuk nutupi kebutuhan dan sekolah bocah," ujar Supono, salah satu pemulung dadakan di TPSA Piyungan.
Supono mengaku telah menjalani profesi barunya itu sejak awal Agustus lalu. Dia datang ke TPSA Piyungan bersama ratusan petani lain dari Kabupaten Gunungkidul. Musim kemarau mengakibatkan lahan pertaniannya kering. Apabila dipaksa untuk bercocok tanam, hanya akan mendapatkan kerugian besar.
"Daripada ruginya banyak, mending ndak usah," kata dia.
Di profesi barunya ini, penghasilan kotor Supono rata-rata Rp50 ribu per hari. Dengan uang itu, ia mengaku mampu memberi nafkah istri dan anaknya di tanah kelahirannya.
"Ya ikhlas saja, namanya juga untuk hidup," kata Supono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)