Mantan Ketua Wahana Tri Tunggal (WTT), Purwinto, 68 tahun, mengatakan akan terus memperjuangkan lahan pertanian yang terkena dampak proyek. Dari hasil pertanian, lanjutnya, warga sudah sangat bisa mencukupi kebutuhan hidup, termasuk membiayai pendidikan anak.
"Penolakan akan terus kami lakukan. Ini demi anak cucu kita," ujar Purwinto, Jumat (23/10/2015).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Langkah penolakan proyek pembangunan bandara telah dilakukan sejak lama. Mulai dari aksi, menggugat Izin Penetapan Lokasi (IPL) pembangunan bandara, hingga melakukan aksi mogok makan.
Namun, usaha tersebut tak kunjung membuahkan hasil. Gugatan IPL yang dibatalkan di Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta lantaran bertentangan dengan RTRW Nasional maupun RTRW tingkat provinsi.
Namun dalam proses kasasi di Mahkamah Agung dimenangkan Pemerintah Yogyakarta. Selain itu, aksi mogok makan yang dilakukan WTT juga tak memperoleh tanggapan.
"Pemerintah tak mau melihat kondisi sebenarnya. Dari hasil pertanian sudah bisa mengangkat harkat kehidupan kami. Sampai kapanpun, kami akan mempertahankan hak kami," ungkapnya.
Namun, Pemerintah Kabupaten Kulonprogo tak ambil pusing dengan protes warga tersebut. Bahkan, pemerintah telah melakukan pendataan untuk pemindahan lahan untuk warga, sekolah, dan tempat ibadah bersama Pemerintah DIY, Angkasa Pura, dan Badan Pertanahan DIY.
"Setelah pendataan akan mengetahui keinginan warga terdampak. Kami akan menyiapkan keinginan warga, seperti mencari atau menciptakan pekerjaan," kata Sekda Kabupaten Kulonprogo, Astungkoro.
Menurut Astungkoro, sikap WTT yang masih menolak proyek pembangunan bandara merupakan hak setiap warga. Ia mengklaim masih berupaya melakukan komunikasi dengan warga yang menolak proyek tersebut.
"Setiap pembangunan ada yang puas dan tidak puas. Tapi di sini tidak ada istilah kalah-menang," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)