Sejumlah pengendara turun dari mobil akibat lelah terjebak macet di tol Brebes Timur, Jateng saat arus mudik awal Juli 2016. (Media Indonesia/Arya Manggala)
Sejumlah pengendara turun dari mobil akibat lelah terjebak macet di tol Brebes Timur, Jateng saat arus mudik awal Juli 2016. (Media Indonesia/Arya Manggala) (Surya Perkasa, Lukman Diah Sari, Al Abrar, Ahmad Rofahan, Kuntoro Tayubi, Whisnu Mardiansyah)

Brexit tak Perlu jadi Tragedi Bila Ekonomi Merata

catatan akhir tahun 2016
Surya Perkasa, Lukman Diah Sari, Al Abrar, Ahmad Rofahan, Kuntoro Tayubi, Whisnu Mardiansyah • 30 Desember 2016 12:49
medcom.id, Jakarta: Boleh jadi, kematian 12 pemudik karena lelah disekap kemacetan adalah kisah baru pada cerita usang horor jalan raya jelang hari raya di Pulau Jawa.
 
Kisah itu membuat Ignasius Jonan, saat menjabat Menteri Perhubungan, terkaget-kaget melihat fakta yang disodorkan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes Sri Gunadi Parwoko. 
 
"Kalau ada yang meninggal karena macet, kok, saya baru tahu ini seumur hidup saya," kata Jonan pada sebuah kesempatan di Istana Wakil Presiden, Jakarta.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Tapi, faktanya, Sri menyebut 12 orang meninggal akibat kemacetan di pintu keluar tol Brebes Timur, 3-4 Juli 2016. Tragedi ini memunculkan julukan baru: Brexit alias Brebes Exit.
 
Tak ada yang memprediksi ini sebelumnya. Beroperasinya tol Cipali jelang Idulfitri sempat diyakini bakal membantu mengurai kemacetan.
 
Baca: Menhub: Masa Kemacetan Bisa Bikin Orang Meninggal
 
Bahwa kemudian ada pihak yang mengklaim telah memperingatkan pemerintah, nyatanya ribuan kendaraan kadung tertahan berjam-jam di pintu tol yang diresmikan Presiden Jokowi pada 16 Juni 2016 itu.
 
Brexit tak Perlu jadi Tragedi Bila Ekonomi Merata
Antrean kendaraan menuju gerbang tol Brebes Timur saat mudik lebaran 2016. (Ant/Rossa Panggabean)
 
"(Kemacetan) terjadi karena buruknya manajemen lalu lintas. Kepolisian harusnya mampu berkoordinasi dengan dinas perhubungan," ujar Ellen Tankudung pengamat transportasi dari Universitas Indonesia kepada Metrotvnews.com, Kamis (29/12/2016).
 
Yang dibilang Ellen bukan tanpa alasan. Sebab,  jumlah kendaraan yang melintasi tol saat arus mudik 2016 justru turun dibanding tahun sebelumnya.
 
Data Humas PT Jasa Marga Cabang Jakarta-Cikampek, menyebut hanya 677.443 kendaraan melintas; tahun 2015 mencapai 700.360 kendaraan. Data itu dihitung sejak H-7 hingga H-1 (29 Juni-5 Juli 2016) di gerbang tol Cikarang Utama, Bekasi, menuju Cikampek.
 
Mayoritas kendaraan dari Jawa Barat dan Jakarta menuju Brebes Timur. Ironisnya, saat itu hanya dibuka dua gerbang pembayaran. Terjadinya antrean, kata Kapolri saat itu Jenderal Badrodin Haiti, justru sebagai pengendali kemacetan.
 
"Agar kepadatannya tidak telalu stagnan di Brebes sampai Tegal," katanya. Badrodin pensiun, digantikan Jenderal Tito Karnavian.
 
Beban lalu lintas makin bertambah pada H-3 dan H-2 Idulfitri. Arus dari dalam tol bertemu kemacetan di ruas Pantura Brebes. Pasar tumpah, antrean SPBU turut memperparah kemacetan. 
 
"Pantura Cirebon sampai Brebes ditempuh 12 jam. Padahal biasanya cuma satu jam," kata Sarmuji, pemudik asal Jakarta tujuan Pekalongan.
 
Akibatnya, antrean di pintu keluar tol Brebes Timur bahkan mencapai Tol Kanci, sekira 40 kilometer. 
 
Baca: 12 Orang Meninggal Diduga Macet di Brebes 
 
Brexit tak Perlu jadi Tragedi Bila Ekonomi Merata
Antrean di SPBU Bangsri, Brebes turut menyebabkan tersendatnya lalu lintas Pantura. (Ant/Rosa Panggabean)
 
Memindah kemacetan
 
Opsi menambah gerbang tol Brebes Timur sempat akan dijalankan. Namun, Badrodin sadar, itu hanya memindahkan titik kemacetan ke jalur Pantura. 
 
Kalaupun jalan tol telah menyambung ke Tegal, kemacetan diprediksi bakal berpindah ke sana. "Ya Tegal yang macet," kata Badrodin.
 
Ade Komarudin sepakat dengan Badrodin. Malah, dia bilang, kemacetan di Brebes Timur adalah 'pindahan' dari pintu keluar tol Cikopo. 
 
"Kalau (tol) dibangun lagi sampai Pemalang, nanti di Pemalang pasti macet, artinya akan terus seperti itu," ujar pemilik sapaan Akom yang saat itu menjabat Ketua DPR.
 
Akom tak mau menuding salah satu instansi atas insiden ini. Dia justru mengapresiasi kinerja semua organisasi pemerintahan yang terlibat angkutan mudik. 
 
Baca: DPR Minta Pengelolaan Jalan Tol Dievaluasi
 
"Tapi, koordinasi antar-instansi penting. Kemenhub, kepolisian, pengelola jalan tol, dan pemda setempat," tegas Akom, sepakat dengan Ellen Tangkudung.
 
Minim kesadaran pengendara
 
Kata kunci dari manajemen lalu lintas, Ellen menyambung, terletak pada informasi. Perhubungan dan kepolisian harus intens bertukar informasi. Juga, menyebarkan informasi gejala transportasi itu ke masyarakat pengguna jalan.
 
"Pengendara juga harus proaktif mencari informasi," tuturnya.
 
Faktor pengendara, kata Ellen, juga menjadi kunci keselamatan lalu lintas. Ketidakdisiplinan pengendara acapkali menjadi senjata makan tuan. 
 
Seperti kematian pemudik di Brebes Timur. Itu lebih disebabkan tertutupnya akses pertolongan. Bahu jalan yang mestinya bebas kendaraan justru dipenuhi kendaraan pemudik.
 
Brexit tak Perlu jadi Tragedi Bila Ekonomi Merata
Kendaraan memenuhi seluruh lajur, bahkan bahu jalan, saat kemacetan melanda tol Kanci-Pejagan-Brebes. (Media Indonesia/Arya Manggala)
 
"Karena itu perlu kesadaran, kalau macet jangan saling serobot. Di situ (bahu jalan) ada kondisi darurat yang butuh kendaraan ambulans, polisi, derek (agar cepat) datang," timpal Badrodin.
 
Meski begitu, Ellen menyarankan agar pengelola jalan tol menyediakan helikopter untuk keperluan darurat. "Tak perlu punya sendiri. Bisa sewa," katanya. 
 
Bila semua dijalankan, Ellen yakin tak akan lagi kemacetan parah. Meski zero accident hanyalah utopia, tukas Akom, setidaknya tak perlu ada lagi nyawa melayang sia-sia karena kelelahan menembus macet. 
 
Sebar ekonomi
 
Mestinya, fenomena mudik secara perlahan bisa diredam. Caranya, menyebar pertumbuhan ekonomi ke daerah-daerah. 
 
Sebab, suka tidak suka, Jakarta masih menjadi magnet. Buktinya, kata Wakil Gubernur Jakarta (nonaktif) Djarot Saiful Hidayat, jumlah pendatang baru di Jakarta usai Lebaran mencapai 45 ribu-50 ribu orang.
 
Baca: Pendatang Baru di Jakarta Usai Lebaran Sebanyak 50 Ribu
 
Djarot bilang, pemerintah harus membangun infrastruktur dan pelayanan merata di daerah-daerah agar aktivitas perekonomian tidak terfokus di Jakarta.
 
"Ciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru di luar Jakarta, sehingga mereka bisa bekerja tanpa harus ke Jakarta," ungkap pria asal Blitar, Jawa Timur yang memimpin Ibu Kota Negara bersama Gubernur Jakarta (nonaktif) Basuki Tjahaja Purnama, asal Belitung Timur, itu.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(SAN)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif