“Jika bulan-bulan sebelumnya kisaran angka perceraian hanya berjumlah sekitar 40 sampai 45 kasus, akhir Juli dan Agustus lalu meningkat menjadi 112 kasus. Sebagian besar penyebab perceraian, dari perkara yang diajukan dalam persidangan, karena faktor ekonomi," ucap Ety Budiningsih, Wakil Panitera Pengadilan Agama Kota Tegal kepada Metrotvnews.com, Rabu (2/9/2015).
Ety menambahkan, sebagian besar pihak pengaju perceraian adalah kaum perempuan. Dari 112 yang sedang diperkarakan, 85 di antaranya adalah gugat cerai dari pihak isteri. Sisanya, gugat talak oleh pihak laki-laki. Gologan usia perkawinan mereka yang sedang berperkara dalam perceraian sebagian besar bukan pasangan muda.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Ditemui di ruang pendaftaran gugatan perceraian PA Kota Tegal, Mufidoh, 48, mengaku tengah menggugat cerai suaminya yang tidak lagi memberi nafkah. "Sejak suami saya berhenti dagang, kami dan anak-anak tidak pernah diberi nafkah, bahkan sejak ekonomi keluarga kami morat-marit suami saya malah sering marah-marah gak karuan,” ujar perempuan asal Margadana, Kota Tegal ini.
Hal senada diungkapkan Nia Fadila, 50, salah seorang saksi kasus perceraian, yang sedang mengantre di ruang sidang. Nia menajdi saksi dalam perkara guagat cerai saudari perempuannya.
"Saudari saya menggugat suaminya yang sudah tidak memberi nafkah lagi lantaran usahanya bangkrut. Sudah gak kasih nafkah lagi, malah saudara kami diterlantarkan di rumah kontrakan bersama anak-anaknya,” tutur Nia.
Bagian informasi dan layanan PA Tegal mencatat, rata-rata pengaju perceraian merupakan masyarakat golongan ekonomi rendah yang sebagian berprofesi sebagai buruh, tani, dan nelayan, serta pekerja lepas lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)