Namun, seiring laju teknologi, kesenian yang juga sering disebut Lais itu mulai ditinggalkan. Tak banyak yang menaruh minat pada kesenian tari jenis ini. Karenanya, siswi Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama (MA NU) 03 Brebes, Jawa Tengah menampilkan sintren di Brebes Ekspo 2015, untuk melestarikan kebudayaan tradisional.
“Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis atau magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono,” kata Sulawestio Kepala MA NU 03 Brebes, di Stadion Karang Birahi, Brebes, ditulis Jumat (21/8/2015).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Sulawestiyo menceritakan, Sulandono adalah putra pertama Bupati Kendal, Ki Bahurekso dengan Dewi Rantamsari atau Dewi Lanjar. Sulandono memadu kasih dengan seorang putri dari Desa Kalisalak bernama Sulasih.
Namun, hubungan mereka tidak direstui. Akhirnya, Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian, konon pertemuan di antara keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib. Berdasar kisah itulah, kabarnya kesenian tari sintren lahir.
“Namun di sini siswa kami ajarkan, kalau sintren itu bukan magis tapi suatu keterampilan menarik dan berbudaya. Apalagi diiringi dengan berbagai lagu yang bisa kita kemas untuk menyebarkan kebaikan, bukan syirik,” pungkas Sulawestiyo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)
