Dengan membawa spanduk dan poster, peserta aksi unjuk rasa berjalan kaki sejauh 500 meter. Aksi dimulai dari GOR Bahurekso hingga Mapolres Kendal. Aksi yang diikuti ibu-ibu ini berlangsung tertib. Warga hanya duduk-duduk di halaman depan pintu gerbang Mapolres Kendal.
“Kenapa hanya tiga warga yang dijadikan tersangka. Sengketa lahan ini melibatkan puluhan orang. Warga siap dijadikan tersangka jika penetapan tersangka ketiga warga berdasar dugaan pembalakan liar,” tegas Ahmad Ghufro, perwakilan warga penggarap lahan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Ketiga warga, Abdul Aziz, Rusmin, dan Mujiono, ditetapkan sebagai tersangka pembalakan liar di tanah milik PT Perhutani atau di bekas lahan milik PT Sumur Pitu yang berada di wilayah Desa Surokonto Wetan. Ghufron menilai jika penetapan tersangka kepada tiga warga tersebut sangat tidak beralasan.

Aksi warga penggarap lahan berdemonstrasi di halaman Mapolres Kendal, Senin (9/5/2016). (Metrotvnews.com/Iswahyudi)
Ghufron menambahkan, warga penggarap lahan sudah memenuhi aturan dari PT Perhutani. Sebab, lahan seluas 127,821 hektare itu kini dikuasai PT Perhutani, setelah ditukargulingkan dari PT Sumur Pitu kepada PT Semen Indonesia. Oleh perusahaan semen itu, lahan ini menjadi kompensasi dari pabrik baru di Rembang.
Ini merupakan unjuk rasa kali kedua yang dilakukan warga penggarap lahan. Pada Rabu (4/2/2016), warga juga menggeruduk Mapolres Kendal. Kali itu, warga membawa hasil bumi.
Wakapolres Kendal Kompol Dili Yanto sempat menemui perwakilan warga. Dalam pertemuan itu, proses hukum tiga orang tetap berjalan. Sedangkan warga, tetap diperbolehkan menggarap lahan yang dikuasai PT Perhutani tersebut.
“Tadi pertemuan yang juga diikuti LBH Semarang bahwa proses hukum biarlah berjalan dan warga dipersilahkan untuk tetap menggarap lahannya,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)