Menurutnya, peristiwa yang menimpa dunia perbukuan bisa menyebabkan krisis. Jika krisis itu terjadi di Yogyakarta, lanjutnya, bisa membuat masyarakat yang semula toleran berubah menjadi sebuah teror.
"Yogya yang kenyamanannya tinggi menjadi warga yang terancam. Jika terjadi, jangan berpikir Yogya menjadi kota pendidikan dan kebudayaan," kata dia di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, usai acara pembacaan maklumat Masyarakat Literasi Yogyakarta, Selasa (17/5/2016).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Garin menjelaskan, Yogya punya sejarah panjang dalam perkembangan perbukuan di Indonesia. Bahkan ia menyebut Yogya sebagai Kota Buku.
Ia menuturkan, Perpustakaan Nasional pertama kali lahir di Yogya pada medio 1922. Selain itu, Yogya juga menjadi inspirasi kota kebangsaan karena menjadi tempat lahirnya pemimpin.
"Dalam sudut ekonomi, 40 persen perbukuan tumbuh dari Yogya. Jika (peberangusan buku) dibiarkan, mereka berkhianat pada kepemimpinan pasca-reformasi 1998," kata sutradara film Bulan Tertusuk Ilalang itu.
Garin juga menyatakan, Presiden Soekarno saat itu pernah mengatakan yang paling mulia dari masyarakat Yogya adalah jiwa kemerdekaannya. Bahkan, lanjutnya, Sultan Hamengku Buwono IX ketika bersama Soekarno berkata, "Datanglah ke Yogya, Yogya akan melindungi kamu dari ancaman teror kebangsaan."
Selain dari aspek sejarah, Garin menambahkan, revolusi mental tidak akan terjadi jika tidak ada sikap kritis dari elite politik. Menurutnya, hal ini pertanda kemunduran terbesar pada bulan kebangkitan dan kebangsaan.
"Revolusi mental hanya akan jadi jargon. Para pemimpin yang lahir dari Yogya itu dari buku di Yogya. Jika pemberangusan buku terjadi, berarti membunuh inspirasi kebangsaan," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)