"Semua pegawai yang ingin promosi jabatan harus memberi uang syukuran karena itu kebiasaan. Sudah lama dan sering banget," kata Nina Puspitasari saat menjadi saksi dalam sidang kasus jual beli jabatan dengan terdakwa Bupati Klaten, Sri Hartini, di Pengadilan Tipikor, Semarang, Jawa Tengah, Senin 5 Juni 2017.
Nina mengaku mendengar informasi tersebut dari sesama PNS di Pemerintah Kabupaten Klaten. "Itu informasi dari teman-teman. Kadang ngobrol, segini segini. Sudah jadi rahasia umum," ujar Nina menegaskan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Saat masih menjadi ajudan Bupati Klaten, Nina bertugas membantu atasannya menerima berkas dari setiap SKPD. Nina sudah menjadi ajudan Sri Hartini sejak perempuan itu menjabat sebagai Wakil Bupati Klaten periode 2011-2016.
"Biasanya berkas diajukan ke sekretariat, kemudian sekretariat membawanya ke rumah dinas. baru saya terima lalu serahkan ke meja Ibu," jelas Nina.
Nina mengaku tahu setiap pegawai atau pejabat Pemkab Klaten yang ingin menghadap Sri Hartini untuk mengajukan diri promosi atau mutasi jabatan. "Biasanya mereka tolong disampaikan ke Ibu. Mereka sebenarnya ingin ketemu langsung, tapi saya selalu matur ibu. Tapi karena kesibukan, saya yang diminta menemui, maksudnya apa," terang Nina.
Nina menegaskan secara tidak langsung tidak pernah diperintah Sri Hartini mengutip uang puluhan juta dari PNS yang ingin naik jabatan. Namun, Nina mahfum pegawai yang ingin naik jabatan selalu harus membawa uang syukuran.
"Secara langsung tidak perintah, cuma (bilang) urusono (aturkanlah). Jadi yang bersangkutan minta tolong promosi dengan syarat, saya sampaikan ke ibu. Terus ibu, "ya udah siapnya berapa?" tegas Nina.
Bupati Klaten Sri Hartini dibekuk pada Jumat, 30 Desember 2016. Bupati Klaten periode 2016-2021 itu diduga menerima suap terkait mutasi jabatan di lingkungan Pemkab Klaten. Kepala Seksi (Kasi) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dinas Pendidikan Klaten Suramlan juga dicokok karena diduga menyuap Sri.
Baca: Bupati Nonaktif Klaten Sri Hartini Segera Disidang
Dalam operasi tangkap tangan itu, Tim Satuan Tugas KPK menyita uang senilai Rp2 miliar dalam pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu yang dimasukkan ke dalam dua kardus air kemasan. KPK juga mengamankan fulus USD5.700 dan SGD2.035.
Sri yang merupakan kader PDI Perjuangan ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Dia dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)
