Dalam catatan Perhimpunan Perempuan Pekerja Seks Yogyakarta (P3SY), selama Januari-Oktober 2015 jenis-jenis kekerasan yang terjadi di antaranya perdagangan manusia (anak) 2 kasus, KDRT 3 kasus. Sedangkan kekerasan dari klien 2 kasus, dan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan 2 kasus.
"Kami terus berjuang bersama teman-teman untuk menangani kekerasan yang terjadi terhadap komunitas kami," kata Ketua P3SY, Suparjinem dalam peringatan hari antikekerasan terhadap pekerja seks di Pendopo Kelurahan Giwangan, Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta, Kamis (17/12/2015).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Selain kekerasan bentuk fisik, pekerja seks juga sering lemah dalam menghadapi kliennya. Suparjiem mencontohkan, sejumlah perempuan pekerja seks berupaya agar tidak terinfensi HIV dengan meminta klien menggunakan kondom. Namun, ditolak klien dengan menawarkan biaya lebih atau transaksi itu tidak terjadi.
"Sudah ada kesadaran masing-masing untuk menjaga dari terinfensi HIV. Itu dilakukan sesaat sebelum melakukan transaksi. Namun, kalau terjadi seperti itu, mereka tak punya pilihan," ungkapnya.
Koordinator pusat gerakan sosial untuk komunitas yang dimarjinalkan, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI DIY), Fairy Abdul Ghani mengungkapkan, kekerasan lain yang dialami perempuan pekerja seks juga bisa berupa stigmatisasi negatif yang masih terjadi. Bahkan, sebagain dari mereka masih mendapatkan diskriminasi dari orang lain.
"Boleh tidak suka pekerja seks, tapi tidak boleh melakukan kekerasan," ujarnya.
Selain melakukan diskusi publik, mereka juga melakukan pameran foto. Beragam tema foto mereka angkat dalam pameran itu. Mulai dari seni, budaya, dan lingkungan.
"Ini sebuah kesempatan, bahwa teman-teman perempuan pekerja seks juga bisa berkarya dan berekspresi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)