Arif menjelaskan, sedianya nelayan yang menggunakan kapal 30 GT ke atas juga sudah difasilitasi oleh perbankan. Namun, mereka tetap masih menggunakan cantrang sebagai alat penangkap ikan.
"Kapal-kapal cantrang itu markdown. Kapalnya ukuran 60 GT, tapi daftarnya 29 GT supaya dapat izin daerah. Berarti kan dia bohong," tegas Arif dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 13 Mei 2017.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Ia menambahkan, kapal-kapal tersebut memang terkena dampak langsung dari kebijakan pelarangan penggunaan cantrang. Sementara, ia mengklaim nelayan-nelayan kecil tidak terlalu memusingkan kebijakan tersebut.
Arif juga menyebut, markdown kapal-kapal di atas 30 GT harus dihentikan lantaran melanggar undang-undang. Namun demikian, ia mengakui tidak ada sanksi tegas dalam aturan tersebut.
Ia mengklaim, dalam penelitian yang dilakukan IPB dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), nelayan-nelayan kecil relatif menyambut baik kebijakan soal pelarangan cantrang. Apalagi, lanjut dia, konflik nelayan juga biasanya konflik kelas.
"Konflik nelayan di mana-mana itu bukan antar daerah, tapi konflik kelas. Cantrang dan non-cantrang," tegasnya.
Ia mencontohkan bagaimana nelayan di perairan Karimun Jawa sangat takut dengan nelayan cantrang dari daerah Jepara dan Rembang yang datang ke Karimun Jawa. Namun, dengan adanya pelarangan ini, ia mengklaim konflik mereda dan tidak seekspansif dulu lagi.
Selain itu Arif juga menyoroti soal benturan sumber daya yang luar biasa. Sebab, sumber daya laut semakin lama akan semakin drop kalau kita tidak dikendalikan.
"Tapi yang penting, nelayan itu kan orang Indonesia, saudara kita semua, harus diselamatkan. Tapi selamatkan sumber daya juga harus diselamatkan. Bagaimana caranya? Alat tangkap yang kecil-kecil harus diganti, dan sekarang planning itu," tandasnya.
Dalam kajian dari KKP, operasi kapal cantrang markdown juga merugikan negara. Pada tahun 2016, kerugian negara akibat ini mencapai Rp13,17 triliun. Kerugian ini mencakup soal kehilangan PNPB, penyalahgunaan subsidi BBM, dan deplesi sumber daya ikan.
Penerbitan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, menuai pro dan kontra.
Peraturan itu melarang nelayan menggunakan cantrang untuk menangkap ikan. Sebagai gantinya, KKP membagikan alat penangkap ikan yang lebih ramah lingkungan. Namun, setelah dua tahun kebijakan berjalan, KKP belum optimal membagikan alat pengganti cantrang.
Presiden Joko Widodo kemudian memberi kelonggaran pengunaan cantrang hingga akhir 2017, terutama bagi nelayan di Jawa Tengah. Sementara itu, KKP berjanji dapat segera membagikan alat pengganti cantrang kepada para nelayan dan asistensi perbankan untuk nelayan skala besar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(DHI)