Yune dan suaminya, Iwan Surya Purnawan, 44, membuka usaha angkringan “Batik”. Yune mengatakan angkringan tersebut menjadi satu-satunya jalan untuk menopang hidup setelah usahanya berdagang batik tidak berlanjut usai melahirkan anak pertama. Yune menuturkan mulai membuka usaha angkringan pada 26 Mei.
Kendati sederhana, usaha itu mereka nikmati lantaran sejak masih muda senang nongkrong di angkringan. Angkringan yang mereka buka cukup sederhana. Memenfaatkan halaman tempat tinggalnya yang tidak terlalu luas, tepatnya di Jalan Pangarsan, Desa Purbosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, mereka menaruh sebuah gerobak dan dua meja. Untuk penerangan, mereka memaksimalkan beberapa lampu.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Kenapa harus malu, Ibu (Bupati Gunungkidul, Badingah) justru mendukung. Dulu Ibu juga jualan di pasar," ujar Yune saat ditemui Metrotvnews.com belum lama ini.
Yune mengungkapkan usaha yang ia buka memang identik dengan jajanan masyarakat menengah ke bawah. Menu yang ia sajikan pun serupa dengan angkringan pada umumnya. Misalnya, nasi kucing yang berisi oseng tempe, sambel teri, babat dong so, rendang ayam, serta sambal belut jika memiliki bahan.
Selain itu, ada pula menu gorengan yang disajikan dalam kondisi hangat, sate, serta berbagai minuman khas angkringan. Harga setiap menu itu mereka jual kurang dari Rp5.000. "Setiap menu kita buat sendiri," ucapnya.

Yune Prana Elzuhriya
Kendati demikian, warung angkringannya banyak didatangani masyarakat dari berbagai kalangan. Pengunjung bisa dengan santai berbincang dan bertegur sapa satu sama lain. Ia bertekad ingin membuat pelanggan lebih guyub ngobrol dibandingkan lama memperhatikan ponsel.
“Di angkringan bisa berbincang santai tentang berbagai hal dan menambah kenalan. Gak perlu ketika kumpul mesti "autis" pakai handphone. Jadi, di sini bisa untuk srawung (bersosialisasi) dengan dengan masyarakat, tetangga, atau saudara,” ujarnya.
Untuk memudahkan pemesanan, Iwan membuka layanan pemesanan lewat pesan singkat khusus tetangga sekitar rumahnya. Menurutnya, hal itu sebagai salah satu sarana untuk mempermudah pelayanan kepada konsumen.
Iwan dan Yune mengeluarkan modal kurang dari Rp5 juta. Modal itu untuk membuat gerobak seharga Rp850 ribu. Sisanya untuk modal penyajian menu.
"Kalau ngomong untung, ya, per hari Rp300 ribu - Rp350 ribu. Itu pendapatan kotor," kata dia.
Dengan modal yang kecil itu, ia menilai usahanya tak memiliki risiko yang besar. "Dengan modal yang kecil, apabila dagangan tidak semua laku, sisanya bisa dikonsumsi keluarganya di rumah," ujar Iwan.
Ia berharap usahanya bisa besar dan memiliki cabang di daerah lain. Bahkan, Iwan berangan-angan melengkapi dekorasi angkringannya dengan berbagai kain batik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(UWA)