Ilustrasi narapidana - Ant
Ilustrasi narapidana - Ant (Ahmad Mustaqim)

Pukat Anggap Penghapusan Syarat Justice Collaborator Munculkan Masalah Baru

remisi
Ahmad Mustaqim • 23 Agustus 2016 14:23
medcom.id, Sleman: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) berencana menghapus syarat justice collaborator untuk mempermudah pemberian remisi pada pelaku tindak pidana korupsi. Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) pun menilai rencana itu tak masuk akal.
 
Syarat pemberian remisi itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. Namun pemerintah akan menghapus pemberian remisi dengan membuat rencana peraturan pengganti.
 
Peneliti Pukat UGM Zaenurrohman mengatakan, penghapusan syarat itu bakal menumbuhkan masalah baru. Bila terpidana dapat remisi dengan hanya bayar denda dan kerugian negara, itu hal yang mudah bagi pelaku korupsi.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


"Sangat mudah koruptor untuk membayar. Koruptor itu kaya-kaya lho," kata Zaenurrohman di kantornya, Selasa (22/8/2016).
 
Sebaliknya, penghapusan syarat justice collaborator malah mempersulit upaya pemberantasan korupsi. Sebagian besar kasus korupsi sulit ditindak bila pelakunya tak tertangkap tangan.
 
"Jika sampai justice collaborator dihapus, akan semakin enggan pelaku korupsi bekerja sama dengan penegak hukum. Lalu Pemerintahan Jokowi tidak pro pada pemberantasan korupsi karena memperbudah pemberian remisi," kata dia.
 
Senada dengan itu, peneliti lain dari Pukat UGM, Hifdzil Alim mengutarakan pemerintah kerap membuat kebijakan bertentangan dengan upaya pemberantasan korupsi. Ia mencontohkan dalam hal UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). 
 
Dalam UU tersebut, untuk semua tindak kejahatan yang telah diperiksa Kementerian Keuangan tidak bisa lagi diperiksa penegak hukum.
 
"Kebijakan yang kembali akan dilakukan hanya asumtif. Jumlah narapidana korupsi kami cek dalam data pemerintah hanya 2 persen, sisanya tindak pidana lain," ujar Hifdzil.
 
Ia menambahkan, dalih narapidana pelaku korupsi yabg membebani lembaga pemasyarakatan (lapas) sangat tak logis melihat data tersebut. Bila tak ingin menambah kapasitas lapas, seharusnya penegak hukum membedakan penanganan pada pelaku korupsi.
 
Apabila benar rencana itu terjadi, lanjut dia, bukan tidak mungkin Indonesia akan semakin teritinggal dalam hal meningkatkan indeks pemberantasan korupsi. 
 
"Penghapusan justice collaborator juga akan membuat biaya yang dikeluarkan pemerintah makin banyak lagi. Koruptor tidak ngomong, biaya yang dikeluarkan untuk menangani lebih berat lagi," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(RRN)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif