Guru Besar Padepokan Permana Suci, Ki Untung Permana, mengatakan para santri malah menatap ke arah matahari. Tujuannya menyerap energi sebagai pembakar semangat.
"Namun bagi yang tidak bisa mengendalikan dari penyerapan inti energi matahari ini berakibat tidak stabilnya emosi, lekas mudah marah-marah, cepat pusing dan stres yang berkepanjangan," kata Ki Untung, Senin (7/3/2016).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?

(Guru Besar Padepokan Permana Suci, Ki Untung Permana, mempersiapkan ritual agar santrinya mampu menyerap energi di saat untuk menyerap energi dari fenomena gerhana matahari, MTVN - Kuntoro Tayubi)
Tapi, mereka bukan sembarangan menatap matahari. Setelah saat gerhana, para santri menyediakan alat terbuat dari kertas yang diberi lubang. Alat itu diberi rajah untuk keselamatan. Para santri menyebut alat itu sebagai lubang jarum.
Para santri menggunakan lubang jarum untuk menatap gerhana. Mereka melantunkan zikir untuk menyerap energi.
"Insya Allah aman, karena ini sudah menjadi tradisi padepokan. Namun para pesertanya terbatas untuk para santri. Karena mereka sudah dibekali keilmuan sebelumnya," ungkap Ki Untung.
Aris, 40, salah satu murid Padepokan Permana Suci mengaku sudah sering melakukan teknik penyerapan energi baik matahari maupun bulan. Namun untuk gerhana matahari ini baru pertama kali.
"Sedikit deg-degan mas, karena baru pertama kali. Saya diajak para senior yang sudah pernah melakukan sebelumnya," ujarnya.
Fenomena gerhana matahari dapat dilihat di sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk Tegal, pada 9 Maret 2016. Fenomena ini terbilang langka karena terjadi kurang lebih 350 tahun sekali.

(Sosok Batara Kala dalam pewayangan masyarakat Jawa yang menelan matahari, wikipedia)
Menurut cerita rakyat, fenomena gerhana terjadi lantaran raksasa Kala atau Buto Kala menelan matahari. Ia dendam pada Dewa Surya.
Raksasa yang juga dikenal dengan Batara Kala itu kerap memakan manusia. Ia membuat keonaran di muka bumi.
Saat terjadi gerhana, masyarakat Jawa membunyikan kentongan dan peralatan dapur hingga bising. Masyarakat Jawa memercayai peristiwa itu lantaran Batara Kala memakan matahari. Lantaran itu bunyi bising itu dipercaya dapat menakuti dan mengusir Batara Kala.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)