Pimpinan Advokasi dan Opini Publik Dema Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UGM, Badrul Arifin mengatakan intimidasi muncul dari pesan yang beredar melalui sosial media. Ada kelompok yang mengatasnamakan ormas keagamaan ingin membubarkan acara.
"Kami mendapat ancaman dari broadcast lewat media sosial. Tapi kami sudah antisipasi kalau acara ini sifatnya kuliah umum dan juga masuk rangkaian agenda kampus fakultas," kata Badrul di sela berlangsungnya acara.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Setelah memperoleh ancaman itu, Badrul dan panitia lain melakukan koordinasi dengan pihak dekanat FISIP UGM. Dalam pertemuan itu, diperoleh kesepakatan kalau dekanat bersedia mendukung dan melindungi acara mahasiswa itu.
Menurutnya, acara memutar film itu bertujuan untuk melihat narasi perihal Pulau Buru yang menjadi lokasi para tahanan politik. Ia membantah kalau acara itu dianggap untuk menyebarkan komunisme. "Acara seperti ini ya untuk pembelajaran," ungkapnya.
Salah satu dosen di FISIP UGM, Arie Sujito mengatakan sedari pagi pihaknya sudah kedatangan Kepolisian Sektor Bulaksumur. Kemudian, pada siangnya, ganti perwakilan dari Polres Sleman yang mendatangi kantor Dekanat FISIP UGM. Setelah melakukan perundingan, kepolisian menyepakati untuk memberikan perlindungan.
"Prinsipnya, terciptanya ketakutan di berbagai tempat harus jadi masalah serius. Kebebasan berekspresi, termasuk dalam akademik, sudah diatur dalam konstitusi," ujar Arie.
Kepala Polsek Bulaksumur, Kompol Adji Hartato membenarkan adanya informasi ancaman itu. Namun, ia membantah jika pihaknya masuk ke kampus UGM. "Apa ada ormas yang membubarkan? Kan tidak ada," ucapnya.
Di tengah beredarnya isu intimidasi itu, Dema bersama Dekanat FISIP UGM memindahkan lokasi Acara. Yang semula dilakukan di Gedung Yong Ma dipindah di ruang Dekanat FISIP UGM. Setidaknya, sekitar 50-an mahasiswa ikut acara itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)
