"Setahu saya, pemilik skenario (otak teror) dominan berada di Indonesia. Kalau pernah ke Suriah, pasti. Terus (Bahrun) mungkin balik lagi ke Indonesia," kata Machmudi Hariono, mantan terpidana kasus teroris, kepada Metrotvnews.com, Jumat (15/1/2016).
Dalam aksi di Jakarta, kata Machmudi, otak aksi perlu mengatur dan memantau situasi di sekitar lokasi. Dalang dan prajuritnya perlu saling berkoordinasi.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Serangan itu, ungkap Machmudi, hanya untuk menunjukkan eksistensi ISIS di Indonesia. Selain untuk aparat, mereka juga menunjukkan diri di depan umat Islam dan kelompok jihad.
"Mereka menunjukkan bahwa ISIS ada di Jakarta mewakili daulah di Irak," kata mantan kaki tangan tokoh teroris Abu Tholut dan Nurdin M. Top itu.
Pola serangan mereka pun bukan model dari kelompok Jemaah Islamiyah (JI). Sebab aksi di Jakarta berkesan tak profesional dan tidak memiliki perencanaan yang matang.
Bagi Machmudi yang kini membuka usaha di Lamongan, Jawa Timur, Bahrun Naim bukanlah nama baru di antara para jihadis. Machmudi pernah bertemu Bahrun saat mereka sama-sama mendekam di sel LP Cipinang Jakarta.
Sejak 2003, Machmudi mendekam di sel atas kepemilikan satu ton amunisi dan 20 ribu peluru. Setelah 10 tahun menjalani masa tahanan, Machmudi bebas. Sementara Bahrun mendekam di sel pada 2010. Bahrun divonis 2,3 tahun penjara atas kasus kepemilikan amunisi.
"Kalau tidak salah (Bahrun) bebas setahun lalu," ungkap Machmudi yang dibekuk di Ngaliyan, Semarang, Jawa Tengah, pada Agustus 2003.
Nama Bahrun mencuat setelah teror mengguncang Jakarta pada Kamis 14 Januari 2016. Beberapa ledakan dan rentetan tembakan terdengar di sekitar Sarinah. Tujuh orang tewas dalam kejadian tersebut. Belasan lainnya mengalami luka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)