Abainya pemerintah daerah ini menimbulkan beban dan permasalahan baru bagi pengemudi taksi konvensional maupun online.
Ketua Paguyuban Komunitas Taksi Argometer (Kopetayo) Rudi Kamto mengatakan pemerintah terkesan diam dan melempem dalam menerapkan peraturan taksi online. Kesepakatan-kesepakatan yang sudah muncul seperti akan merazia taksi online yang belum mengantongi sim dan stiker khusus tidak terlaksana.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Nol besar di lapangan. Belum ada peraturan atau tindakan tegas yang diambil sejak putusan MA,” ujar Rudi pada Metrotvnews.com melalui sambungan telepon di Yogyakarta, Sabtu 14 Oktober 2017.
Perusahaan taksi konvesional semakin tertekan jumlah taksi online yang terus meningkat. Padahal pemerintah DIY melarang mereka merekrut pengemudi baru hingga keputusan MA ditetapkan pada November mendatang.
Komitmen pembagian zonasi antar kedua pihak juga terus dilanggar. “Pengemudi taksi online makin menjamur. Mereka juga seenaknya ambil penumpang di zona kami seperti di stasiun, kawasan mall dan bandara,” kata Rudi.
Tidak jelasnya peraturan dan tidak tegasnya pemerintah ini, membuat ribuan sopir menganggur. Walau belum ada perusahaan taksi konvensional yang gulung tikar, Rudi mengatakan para pengemudi memilih “cuti narik” sementara waktu. Rudi mengklaim tinggal 40 persen pengemudi taksi yang masih mencari penumpang.
Sementara itu ketidakjelasan peraturan membuat bingung pengemudi taksi online. Humas Paguyuban Pengemudi Online Jogja (PPOJ) Daniel mengatakan, tak ada kejelasan pasca putusan MA. Soal mekanisme uji KIR, pembuatan badan usaha ataupun penempelan stiker khusus tak jelas duduk tegaknya.
Pihaknya membenarkan masih adanya rekrutmen besar-besaran pengemudi taksi berbasis aplikasi. Hal ini justru membuat pendapatan para pengemudi berkurang drastis.
“Sekarang perusahaan angkutan online sehari bisa rekrut 40-50 driver. Pendapatan kami berkurang sampai lima puluh persen gara-gara driver makin banyak. Jadi sekarang makin banyak pengemudi taksi online yang putus asa,” beber pengemudi taksi Grab ini.
Dulu dia bisa mendapatkan Rp 400 ribu-Rp 500ribu perhari hasil mengantar belasan penumpang. Kini ia hanya bisa mengantongi pendapatan Rp 150 ribu- Rp 250 ribu perhari.
Ia berharap pemerintah mengeluarkan peraturan tegas yang mengatur keberadaan taksi berbasis aplikasi. Terutama dalam hal mekanisme kuota pengemudi, perlindungan para pengemudi taksi online dan tarif taksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SUR)
