Mbah Ngatmi khawatir tak ada yang bisa meneruskan usahanya itu. Padahal, usaha menjual jamu merupakan tradisi warga Jawa. Sementara enam anak dan tujuh cucunya tak ada yang mau berjualan jamu.
"Padahal sebenarnya saya ingin paling tidak ada satu yang meneruskan," kata Mbah Ngatmi saat ditemui di Pameran Pangan Nusa 2015 di Benteng Vastenburg, Solo, Jawa Tengah.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Perempuan berkerudung itu mengaku bukan keuntungan materi yang menjadi pikirannya. Tapi, ia berharap ada anak cucu yang menjaga kesehatan masyarakat melalui warisan budaya nenek moyang itu.
"Anak-anak saya ada yang pegawai negeri, ada juga yang bekerja di swasta," ungkap nenek yang sehari-hari tinggal di Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo.
Saat masih berusia 19 tahun, Ngatmi mempelajari resep membuat jamu dari bibinya. Ia lalu berjualan sambil menggendong jamu mengelilingi pemukiman.
Ia meracik sendiri jamu ramuannya seperti beras kencur, temulawak, daun pepaya, dan kunyit asem. Kemudian, ia berjualan sejak pukul 10.00 WIB hingga sore hari.
"Saya jual Rp2.000 per gelas. Kalau pas ada acara, ramai, ya bisa dapat Rp200.000. Kalau tidak ya paling cuma sekitar Rp100.000 sehari,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RRN)