Pantauan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta-Jawa Tengah menunjukkan ada enam titik rawan pelanggaran parkir. Yakni, tempat parkir Abu Bakar Ali, Ngabean, Sriwedani, Senopati, Malioboro II (Pasar Beringharjo), dan Titik Nol Kilometer (depan kantor Pos).
Titik pelanggaran itu ditemukan dalam studi yang dilakukan ORI DIY-Jateng periode April-Juni 2017. Pelanggaran yang paling sering adalah mengutip uang di atas tarif yang berlaku.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Di tempat parkir Ngabean, misalnya, tarif parkir motor berkisar Rp3.000-Rp5.000, mobil Rp10.000-Rp15.000 dan bus Rp50.000-Rp70.000. Ini kerap kali terjadi saat sedang ramai pengunjung.
"Padahal di peraturan, tarifnya enggak segitu," ujar Asisten ORI DIY-Jateng Dahlena dalam "Workshop Diseminasi Hasil Sementara Review Penyelenggaraan Pelayanan Parkir di Kawasan Kota Yogyakarta", di Yogyakarta, kemarin.
Tarif parkir di Kota Yogya telah ditetapkan dalam Perda No 20 tahun 2009 tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir. Besarannya, sepeda motor (Rp1.000), mobil dan kendaraan roda tiga (Rp1.500- Rp2.000), bus sedang (Rp10.000-Rp15.000), bus besar dan truk besar (Rp15.000- Rp20.000).
Dahlena menyebut pemkot sulit menertibkan pelanggaran. Sebab, ada lima instansi yang mengelola parkir. Yakni, UPT Malioboro, Dinas Perhubungan, Disperindag, kecamatan, dan rumah sakit daerah.
"Instansi saling lempar tanggung jawab kalau ada warga mengeluhkan persoalan parkir," katanya.
Pemkot Yogya disarankan membuat sistem satu pintu pengelolaan parkir. Instansi pengelola, kata Dahlena, bisa berupa unit pelayanan teknis (UPT).
Di tempat yang sama, anggota DPRD Kota Yogyakarta Fokki Ardiyanto setuju dengan sistem satu pintu. Dengan sistem ini masyarakat dan pemerintah lebih mudah memantau dan menindak pelanggaran parkir.
"Selama ini lahan parkir kebanyakan bukan milik pemerintah. Seharusnya pemerintah punya lahan parkir sendiri," kata Fokki.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SAN)
