Ilustrasi gizi buruk, Medcom.id - M Rizal
Ilustrasi gizi buruk, Medcom.id - M Rizal (Antara)

Dinkes Klaim Kasus Gizi Buruk dan Stunting di Jatim Menurun

gizi
Antara • 06 Februari 2018 18:32
Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur mengklaim angka kasus gizi buruk dan stunting di wilayah itu terus menurun dibandingkan tahun sebelumnya.
 
"Di daerah kita ini untuk kasus gizi buruk dan stunting ada 26,1 persen, itu lebih rendah dibanding nasional yang tercatat 27 persen. Di negara maju, kasusnya kurang dari 20 persen, tapi masih ada," kata Kepala Dinas Kesehatan Jatim Kohar Heri Santoso di Surabaya, Selasa, 6 Februari 2018.
 
Meski begitu, Kohar mengakui masih ada kabupaten/kota angkanya masih tinggi dibanding nasional. Hal itu perlu adanya tindakan lebih lanjut. Namun saat ditanya manakah daerah itu, Kohar menyatakan pihaknya akan langsung melaporkan hal tersebut ke bupatinya.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Dia menjelaskan, Dinkes Jatim bekerja agar pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang gizi bagus. Jika ada kasus, pihaknya akan langsung menangani. Pihaknya juga memperhatikan pengaturan gizi yang lebih baik bagi masyarakat. Bersama BPOM, Dinkes akan mengecek kualitas makanan.
 
"Kecenderungan kasus gizi buruk dan stunting saat ini semakin membaik. Jumlah gizi buruk itu berkurang dan bahkan Jatim sedang mengalami permasalahan gizi berlebih," ujarnya.
 
Gizi berlebih, kata Kohar, tidak bagus karena akan menyebabkan gangguan metabolisme dan gangguan pembuluh darah. "Laporan angka penyakit menular oleh WHO pada tahun 1990-an, tercatat 57 persen, saat ini turun 30 persen. Tapi sebaliknya penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, diabetes dan gagal ginjal meningkat," katanya.
 
Dia mengemukakan, kasus gizi buruk dan stunting bisa terjadi disebabkan beberapa hal. Misalnya asupan gizi, gangguan pencernaan, atau karena fisik, seperti sakit dan tergantung dari ketersediaan pangan.
 
Juga tergantung dari daya beli. Jika makanan ada tapi tidak ada daya beli maka gizinya jelek. Selain itu, tergantung juga pengetahuan tentang gizi. "Mungkin juga dia bisa beli makanan tapi yang dibeli salah. Misal dia cuma beli karbohidrat saja atau hanya makan nasi dan kerupuk," kata Kohar.
 
Gizi kurang juga bisa dikarenakan selera makan. Kadinkes mencontohkan, jika seseorang sukanya makan kerupuk maka gizinya akan kurang. Untuk itu makanan harus ada karbohidrat, protein, ada lemak, vitamin dan mineral yang disebut gizi seimbang.
 
Dinkes telah menyiapkan pemberian makanan tambahan. Pemberian makanan itu, diutamakan untuk mereka yang gizinya kurang dan tidak mampu. Dia tidak mengetahui persis jumlahnya tapi sudah didistribusikan. Jika ada permintaan dari kabupaten/kota berapa akan dipenuhi.
 
Dia mengimbau masyarakat memanfaatkan dengan sebaik-baiknya fasilitas seperi Posyandu untuk dapat diketahui bayi berat badan dan tingginya kurang maka akan diberi intervensi dengan pemberian makanan tambahan.
 
"Bayi umur enam bulan ke bawah, ASI lebih penting. Jika sudah sampai dua tahun maka perlu adanya pemberian makanan tambahan. Tidak harus menunggu dari pemerintah, kecuali yang miskin," katanya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(ALB)
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif