"Kita akan melihat kembali dan akan terus melakukan diskusi-diskusi publik di kementerian maupun di lembaga-lembaga masyarakat untuk melihat harmonisasi dari dua undang-undang," kata Yembise di Pasuruan, Jawa Timur, Senin, 23 Juli 2018.
Yohana menjelaskan, ada dua UU yang bertabrakan soal perkawinan. Yakni di UU Perkawinan, syarat pernikahan minimal 16 tahun bagi calon perempuan dan 18 tahun bagi calon laki-laki. Sedangkan pada UU Perlindungan Anak, syarat menikah adalah anak di atas 18 tahun.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Untuk menyatukan pendapat UU mana yang harus kita pakai, maka harus ada pemahaman yang komprehensif dari seluruh komponen masyarakat termasuk akademisi-akademisi untuk melakukan kajian," bebernya.
Wanita asli Papua itu mengungkapkan harus ada kajian bersifat publik, terkait kebijakan pernikahan tersebut. Sehingga muncul data atau referensi yang bisa digunakan pihaknya untuk menghentikan permasalahan pernikahan anak.
Yohana mengaku, provinsi dengan angka tertinggi pernikahan dini terjadi di Sulawesi Barat. Tapi, menurutnya, angka pernikahan dini telah menurun setela ada tindakan dari kepala daerah dan organisasi.
"Semoga penurunan angka pernikahan usia dini terjadi di seluruh provinsi di Indonesia hingga di daerah baik kota maupun kabupaten. Kami akan terus melakukan tindakan untuk melihat sejauh mana capaian kami," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(LDS)