"Pemberian kompensasi ini bukti bahwa negara hadir. Pemberian konpensasi ini merupakan regulasi yang sudah diputuskan undang-undang," kata Khofifah, saat mengumpulkan korban beserta keluarga korban di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Rabu, 15 Mei 2019.
Khofifah mengatakan teror yang terjadi di Surabaya setahun lalu mengingatkan pentingnya toleransi dan dukungan antarsesama dan ke korban serangan teroris. Tak hanya memberikan bantuan materi, perlu ada dukungan psikis untuk korban.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo menambahkan, kompensasi ini untuk korban dan kerugian terhadap bangunan yang rusak akibat ledakan bom di tiga gereja di Surabaya.
"Sekarang baru 16 orang, jumlah itu pasti akan bertambah. Karena masih banyak lagi, masih ada lanjutannya lagi. Untuk kali ini besarannya bervariasi tergantung kerugian dan dampak yang dialami. Dari Rp20 juta sampai Rp600 juta," kata Hasto.
Ipda Ahmad Nurhadi, anggota Polsek Gubeng yang menjadi salah satu korban bom, mengaku berterima kasih kepada pemerintah atas konpensasi yang diberikan. Dia juga berterima kasih kepada Pemkot Surabaya dan Polri yang telah menanggung biaya pengobatannya.
"Saya sampai berobat ke Singapura untuk mata saya ini. Tiga bulan pertama biaya ditanggung Pemkot Surabaya, selanjutnya dibiayai Polri," kata pria yang harus mengikhlaskan kehilangan penglihatannya akibat pecahan bom itu.
Demikian halnya Yongki Agustinus Prasetyo. Dia ikhlas lengannya tertembus pecahan bom dan kakinya harus dipasang pen karena mengalami patah tulang. Yongki mengaku melihat hikmah dari semuanya dan tidak merasa trauma.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(SUR)