Rekonsiliasi yang dimaksud Mahfud yakni setiap pihak dapat kembali ke posisinya masing-masing untuk melaksanakan konstitusi.
"Bisa dikonsiliasi, ayo kita sekarang berhenti pertentangan politik soal Pilpres. Kita rekonsilisi ke konstitusi. (Misal) saya akan menjadi oposisi, anda yang memerintah, itu bisa," kata Mahfud di Kota Malang, Jawa Timur, Minggu, 30 Juni 2019.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Mahfud menyebut semua peran polisik dalam menjalankan pemerintahan mendatang bisa dibicarakan oleh para elite politik. Menurut Mahfud berbagi peran di legislatif juga bisa dikatakan sebagai upaya rekonsiliasi. Artinya, kedua belah pihak tidak lagi mempertentangkan hasil pemilu. Tetapi bisa bisa memeprdebatkan kebijakan.
"Yang satu eksekutif, yang satu legislatif. Kalau rekonsiliasi dalam arti bergabung saya berharap ada sedikit keseimbangan. Jangan semua partai ikut bergabung kesitu (pemerintahan)," jelas Mahfud.
Mahfud mencontohkan PKS yang kemungkinan besar memutuskan tidak bergabung ke dalam pemerintahan meski hingga saat ini belum menyatakan sikap. Namun apabila menjadi oposisi, PKS dinilai lemah dalam mengontrol pemerintahan.
"(Perolehan suara) dia (PKS) kan hanya 8 persen. Masak pengontrol pemerintah hanya 8 persen di DPR yang efektif. Kalau menurut saya perlu ditambah lah, bisa 30 persen. Ditambah 2 partai ikut saja kesitu agar ada keseimbangan terhadap kebijakan pemerintah," beber Mahfud.
Oposisi untuk Masa Depan Partai
Mahfud kembali mengatakan partai-partai yang memutuskan untuk menjadi oposisi biasanya mendapatkan keuntungan. Contohnya seperti PDI Perjuangan era 2014-2014 silam.
"Enggak ada orangnya yang masuk ke pemerintahan. Tiba-tiba setelah itu menang besar. DPR nya terbanyak dalam hasil pemilu, jabatan presiden dua periode. Dia yang menentukan, kader dia yang jadi," jelas Mahfud.
Oleh karena itu, Mahfud menegaskan bahwa pilihan untuk menjadi oposisi sebenarnya adalah untuk masa depan partai itu sendiri. Dengan begitu masa depan partai oposisi pun bisa menjadi bagus.
"Tapi kalau mau bergabung (pemerintah) ya boleh juga, siapa yang ngelarang. Di Indonesia itu secara hukum tidak ada ketentuan oposisi atau koalisi. Itu tentatif pilihan sukarela oleh pihak-pihak yang punya partai politik," pungkas Mahfud.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(DEN)
