"Diharapkan, masyarakat dan pemerintah daerah mendukung simulasi nasional ini agar tata cara baru pemilu serentak pada 2019 dapat dipahami peserta pemilu dan masyarakat pemilih," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Fandi Utomo di Surabaya, Jawa Timur, Minggu 1 Oktober 2017.
Fandi menjelaskan, Komisi II DPR telah menghadiri simulasi nasional pemungutan dan perhitungan suara Pemilu 2018 di Dusun Kadunangu, Desa Kadumangu, Kecamatan Babakan Madang, Bogor, Jawa Barat beberapa waktu lalu. Menurutnya, penting bagi pembentuk Undang-undang melihat langsung segala sesuatu yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) untuk diimplementasikan dengan tepat dan benar.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Dalam simulasi ini, diharapkan bisa diketahui dengan tepat berapa pemilih di tiap TPS (Tempat Pemungutan Suara) agar pungut dan hitung di TPS tidak melampaui pukul 24.00 WIB," jelasnya.
Selain itu, simulasi juga terkait detail tata cara, mulai dari penyampaian C6 yang harus didampingi pengawas TPS; tidak dimulainya pemilihan tanpa kehadiran pengawas TPS; perubahan konten pada formulir C6 yang mencantumkan keharusan membawa KTP-el; pidana atas penyalahgunaan C6; tata cara pengisian C7 yang harus ditandatangani calon pemilih; perubahan kotak suara menjadi transparan; dan pengaturan penggunaan alat bantu hitung cepat.
Fandi memberikan catatan terkait pelaksanaan simulasi nasional pemungutan dan perhitungan di kawasan tersebut. Di antaranya ukuran bilik suara disesuaikan dengan ukuran kertas suara; alur pencoblosan dan konten peringatan terkait pidana penyalahgunaan formulir C6; pengaturan penggunaan A5 pindahan dan pemilih dengan menggunakan KTP-el; pelatihan petugas KPPS dan pengawas TPS supaya disiplin; dan menyesuaikan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 dan PKPU, serta Perbawaslu.
"Jika simulasi ini digelar ke daerah-daerah maka hasilnya akan lebih komperhensif di pemilu 2019," pungkasnya.
(NIN)