Bahkan ada sebagian belanja barang, belanja modal, dan belanja bantuan sosial yang diblokir sejumlah Rp1,1 triliun. Hal ini disebabkan adanya kekurangan persyaratan administrasi yang belum dipenuhi oleh satuan kerja (satker) maupun kebijakan dari pusat.
"Sektor (menteri)nya melakukan cek kepada satker terkait anggaran yang sudah diberikan. Hal ini juga menunjukkan bahwa penyerapan yang rendah justru pada APBN bukan APBDnya," kata Pakde Karwo, di Surabaya, Kamis (24/9/2015).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Pakde Karwo menjelaskan realisasi APBN se-Jatim itu terdiri dari kantor pusat sebesar Rp6,6 triliun, kantor daerah Rp27,577 triliun, dekonsentrasi sebesar Rp190 miliar, tugas pembantuan sebesar Rp847,053 miliar, dan urusan bersama Rp5,7 miliar.
"Khusus untuk urusan bersama sebenarnya SKPDnya justru menunggu kebijakan dari pusat," kata Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Timur, itu.
Sementara untuk realisasi APBD kabupaten/kota di Jawa Timur hingga 15 September 2015 rata-rata mencapai 47,90 persen. Penyerapan APBD tertinggi di Kabupaten Jombang sebesar 57,67 persen, Kota Surabaya 48,29 persen. Sedangkan penyerapan anggaran terendah yakni di Kabupaten Sampang sebesar 36 persen.
"Penyerapan kecil ini juga disebabkan karena adanya proses lelang terbuka yang menghasilkan pemenang dengan penawaran terendah sehingga diperoleh sisa (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran/SiLPA)," ujar dia.
Untuk itu, Pemprov Jatim mengaku telah berupaya mempercepat penyerapan APBD maupun APBN. Di antaranya dengan menindaklanjuti seluruh perubahan nomenklatur dari pusat, melakukan koordinasi secara rutin ke pusat terkait pelaksanaan APBN. Juga dengan menerbitkan Surat Edaran Gubernur Jatim per 26 Juni 2015 Nomor 900/6020/213.3/2015 tentang Percepatan Penyerapan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2015.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(TTD)